Dana Prapilkada Bergerak Liar

Cahya Mulyana
25/6/2016 09:16
Dana Prapilkada Bergerak Liar
()

PENDANAAN sebelum pemilu luput dari perhatian DPR dan pemerintah dalam menyusun UU tentang pemilu dan pilkada. Padahal, substansi itu turut menentukan kualitas demokrasi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mesti menambil sikap dengan mengatur dana prapemilu secara akuntabel dan mencegah potensi korupsi.

"Undang-undang pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif, atau pilkada luput mengatur keuangan kandidat pada prapemilu. Padahal, upaya pemenangan pasangan calon telah terjadi jauh sebelum tahapan kampany­e," terang peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, dalam konferensi pers di Kantor ICW, Jakarta, kemarin.

Turut hadir pada kesempatan itu antara lain Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, dan peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan emokrasi (Perludem), Heroik Pratama.

Menurut Donal, KPU haru­s mengatur pendanaan prapemilu karena pada tahap itu kandidat dan tim pendukungnya bebas menerima dan mengeluarkan uang tanpa aturan yang mengikat. Dampaknya pendanaan politik prapemilu tidak terkontrol.

"Misalnya, masuknya dana ilegal yang dapat melahirkan corrupt exchange antara kandidat dan donatur, baik pra ataupun pascapemilu, dan dana itu juga potensial masuk tidak hanya ke partai, tetapi juga ke kelompok relawan," tuturnya.

Ia menegaskan antisipasi potensi tersebut dapat dicegah melalui pengaturan dana pemenangan prapemilu melalui peraturan KPU. "Kami menilai setidaknya ada dua alasan mengapa pendanaan itu harus diatur karena relawan berge­rak layaknya tim pemenangan kandidat. Hal itu seperti Teman Ahok yang sudah melaku­kan kegiatan prapemilu, yaitu pengumpulan KTP. Namun, relawan Teman Ahok sudah menempat­kan laporan keu­angan di website-nya lebih transparan jika dibandingka­n dengan partai politik," tegasnya.

Dia menjelaskan pendanaan prapemilu bagi partai dan relawan harus diatur segera. Itu juga dipublikasikan supaya proses penyelenggaraan pemi­lu atau pilkada bisa terjaga dari persekongkolan dengan pemilik modal.

Harus sama
Peneliti Perludem, Heroik Pratama, menambahkan, pelaporan pendanaan kampanye antara relawan dan partai politik harus sama. Relawan merupakan partai politik tidak resmi yang bisa mengusung kandidat pada pemilu.

"KPU juga mesti atur keuang­an prapemilu bagi relawan, sama seperti keuangan partai politik. Itu penting karena kampanye sesungguhnya tela­h dilakukan jauh sebelum pemilu, seperti pengumpulan dukungan sebelum pencalonan," ujarnya.

Koordinator JPPR, Masykuru­din Hafiz, menjelaskan aliran dana yang ada pada relawan dan partai politik menentukan kualitas kepemimpinan kepala daerah setelah terpilih. "Kunci pendanaan yang baik untuk partai politik dan relawan bergantung pada kualitas transparansinya. Meski (kandidat) mendapat Rp1 triliun, tidak masalah asal (publik) tahu dari mana, untuk apa, siapa sumbernya, dan apa kepentingannya," tegasnya.

Permasalahan selama ini, kata dia, pendanaan di partai politik dan relawan masih menjadi ruang gelap yang kerap dimanfaatkan pemilik modal untuk menyusupkan kepentingan pribadi. Menurutny­a, tranparansi pendanaan sudah dicontohkan Teman Ahok, relawan bakal calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. (P-3)

cahya@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya