Perda Nuansa Agama Aman

Astri Novaria
17/6/2016 09:13
Perda Nuansa Agama Aman
(MI/Tiyok)

MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui hingga kini tidak ada rencana pemerintah untuk menghapus peraturan daerah (perda) bernuansa agama.

Jikapun ada, pemerintah akan berkomunikasi lebih dulu dengan para tokoh agama. Selain itu, pemerintah akan mengkaji terlebih dahulu apakah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya atau tidak.

Tjahjo pun membenarkan 3.143 perda yang dihapus pemerintah itu dilakukan karena menyulitkan proses perizinan sehingga memperlambat laju perekonomian daerah.

"Beda kok, ini urusan ekonomi, investasi, perizinan," imbuhnya.

Tjahjo menduga ada yang berusaha ‘menunggangi isu’ terkait pembatalan perda tersebut. Pihaknya dituding turut membatalkan perda bersyariat Islam.

"Memang ada yang membelokkan. Saya terima SMS 50-an bahasanya sama, tidak berani pakai nama. Saya mengimbau masyarakat, kalau ingin menanyakan suatu permasalahan, cek langsung ke Kemendagri, jangan percaya pada isu yang beredar dan tidak bertanggung jawab," jelas Tjahjo.

Sekretaris Jenderal Kemendagri Yuswandi A Temeng menambahkan 3.143 peraturan itu terdiri atas 1.345 peraturan di provinsi, 1.276 peraturan di kabupaten dan kota, plus sekitar 111 peraturan di tingkat Kementerian Dalam Negeri.

Pembatalan ini bukan tanpa alasan. Penghapusan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dalam Pasal 251 ayat 1, 2, dan 3.

"Bahasanya kira-kira Mendagri punya kewenangan untuk membatalkan peraturan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Selain itu, gubernur juga punya kewenangan membatalkan peraturan daerah di kabupaten dan kota," kata Yusnadi.

Penghapusan ini pun didasarkan pertimbangan terkait konsistensi terhadap aturan yang ada di atasnya. Konsistensi terhadap aturan yang lebih tinggi ini menjadi alasan dominan.

"Kita bisa lihat ayat mana pasal mana, atau totalitas perundangan, juga termasuk mana kala ada peraturan perundangan. Sebagai contoh ada yang dikatakan MK, ada yang tidak mempunyai hukum yang mengikat, otomatis aturan di bawahnya harus tidak berlaku dan dibatalkan," jelas Yusnadi.

Harus akuntabel
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad meminta semua pihak merespons secara proporsional perihal pembatalan sejumlah perda yang dilakukan oleh pemerintah.

Senator asal NTB ini menegaskan bahwa pembatalan perda harus akuntabel dan dilakukan sesuai prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah daerah juga tidak perlu ragu melakukan keberatan jika menilai pembatalan tidak tepat.

"Sebagai wakil daerah, DPD sangat terbuka menjadi fasilitator jika ada polemik dan keberatan terkait pembatalan. Akan kami pelajari alasan pembatalan pemerintah dan argumentasi keberatan pemda jika keberatan itu juga disampaikan ke DPD," ungkap Guru Besar PTIK dan UI ini. (Kim/Nur/P-2)

astri@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya