Ketua DPR tidak Persoalkan Kehadiran Rini Diwakilkan

Dro/Nov/Ind/Deo/X-4
17/6/2016 06:40
Ketua DPR tidak Persoalkan Kehadiran Rini Diwakilkan
(MI/SUSANTO)

DIWAKILKANNYA Menteri BUMN Rini Soemarno oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR untuk jangka pendek merupakan langkah bijak.

Namun, dalam jangka panjang, itu merugikan Kementerian BUMN dan mitra mereka di parlemen.

"Kami tidak memperoleh informasi utuh terkait peta jalan dan rencana holding. Padahal holding BUMN merupakan ide baik dan kami ingin dapat informasi dari sumber pertama," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana seusai menggelar rapat bersama Menkeu membahas anggaran Kementerian BUMN dalam APBN Perubahan 2016 di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Pemerintah memutuskan dalam setiap rapat kerja dengan Komisi VI, Menteri BUMN diwakili Menteri Keuangan.

Hal itu sesuai surat Presiden No R-39/Pres/06/2016 kepada pimpinan dewan pada 15 Juni 2016 yang isinya menunjuk Menkeu untuk mewakili Menteri BUMN dalam rangka pembahasan anggaran dan permasalahan terkait BUMN.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengakui larangan Menteri BUMN Rini Soemarno menghadiri rapat di DPR berdasarkan surat yang diterbitkannya saat menjabat Plt Ketua DPR pada 18 Desember 2015.

"Surat itu keluar atas dasar laporan ketua Pansus Pelindo dalam rapat paripurna. Selama belum ada rapat paripurna lagi, hasil Pansus Pelindo masih berlaku."

Sebelumnya, pada 2015 Pansus Pelindo DPR mengundang Rini untuk menyampaikan keterangan soal dugaan tindak pidana korupsi di PT Pelindo II.

Namun, pansus merasa kecewa karena Rini tidak pernah memenuhi undangan tersebut.

Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan pimpinan alat kelengkapan dewan mitra Kementerian BUMN, yakni Komisi VI, yang berwenang mencabut surat tersebut.

"Saya pikir tadi sudah rapat pimpinan bahwa tak ada masalah karena sama-sama pembantu Presiden. Pembahasan APBN-P tidak masalah diwakili Menkeu."

Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai instruksi pimpinan DPR menolak keha diran Rini tidak sesuai dengan etika ketatanegaraan.

"Menolak menteri berarti menolak kehadiran Presiden. Apalagi Rini tidak sedang terganjal masalah hukum. Rekomendasi Pansus Pelindo yang meminta Presiden memberhentikan Rini juga berlebihan. Memberhentikan menteri itu hak prerogatif presiden. Ada kesan DPR mengejar target politik tertentu. Jadi, sangat tidak etis," tandas Refly.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya