Lembaga Intelijen Baru belum Dibutuhkan

Deo/P-4
15/6/2016 07:20
Lembaga Intelijen Baru belum Dibutuhkan
(ANTARA/PUSPA PERWITASARI)

WAKIL Presiden Jusuf Kalla tampaknya tidak sependapat dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk membentuk lembaga intelijen pertahanan. Ia menilai pemerintah tidak butuh banyak tambahan lembaga.

"Belum dibicarakan, tapi saya yakin itu kita tidak akan butuh banyak lembaga pada dewasa ini," kata Wapres di kantornya, kemarin.

Ia menjelaskan pembentukan lembaga intelijen tak boleh sembarangan. Setiap unsur yang ada harus berkoordinasi, tidak tumpang tindih fungsinya.

Apalagi, kata Kalla, pemerintah telah memiliki Badan Intelijen Negara (BIN) untuk mengurusi hal serupa itu. Meski begitu, Kalla mengatakan, pemerintah akan melihat kemungkinan terbaik untuk membentuk lembaga yang diajukan Ryamizard itu. "Setiap organisasi kan harus disetujui oleh pemerintah.

"Apalagi saat ini pemerintah tengah melakukan penghematan anggaran, juga melakukan pemangkasan terhadap lembaga nonstruktural yang tidak efektif keberadaannya. Tercatat, sebanyak 10 lembaga nonstruktural telah diperintahkan untuk dibubarkan oleh Presiden Joko Widodo.

Sebelumnya, Ryamizard berkeras mengusulkan pembentukan lembaga intelijen di bawah Kementerian Pertahanan. Ia menjelaskan negara besar di dunia memiliki empat intelijen, yakni intelijen luar negeri, dalam negeri, pertahanan, dan hukum. Namun, Indonesia yang memiliki letak geografis yang sangat luas sama sekali tidak memiliki intelijen.

"Dalam sebuah negara besar, idealnya ada empat lembaga intelijen. Hanya di sini yang tidak ada," ujar Ryamizard.

Menhan mengatakan Indonesia belum memiliki intelijen pertahanan lantaran sejak reformasi, Kementerian Pertahanan dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) masih menjadi satu lembaga.

"Sejak reformasi, dulu ABRI dengan kementerian (pertahanan) jadi satu. Kemudian dipisah. Dengan dipisah, ini ada kekosongan. Kekosongan yang dimaksud, Kemenhan selalu mendapatkan informasi menyangkut pertahanan dari ABRI," jelas Ryamizard.

Ia pun enggan untuk mengambil alih Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI meskipun kebijakan organisasi TNI berada di tangan Kemenhan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya