Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pangganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau yang dikenal dengan nama Perppu Kebiri pada 25 Mei lalu.
Namun, hingga kini polemik terkait masalah itu masih terus berlanjut, terutama berkenaan dengan penolakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai eksekutor hukuman kebiri kimiawi.
Dalam menanggapi penolak-an itu, anggota Komisi III DPR dari F-NasDem Taufiqulhadi menilai sikap tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap negara.
Pasalnya, hukuman tambahan kebiri telah menjadi hukum positif dan berlaku di negeri ini.
"Kebiri itu perintah perppu. Kalau ada pemahaman tertentu, lalu menolak, itu bentuk pengingkaran, disobedience. Kalau begitu negara tidak efektif," tegas Taufiqulhadi di Jakarta, kemarin.
Jika telah menjadi hukum positif, lanjutnya, mau tidak mau dokter harus melaksanakan putusan hakim.
Meski terdapat pemahaman lain, hal itu bisa dikesampingkan karena kebiri merupakan perintah UU.
"Seperti hukuman mati, tidak ada yang mau membunuh orang, tapi itu kan diminta negara, sehingga harus dilakukan," jelasnya.
Pengamat hukum pidana Agustinus Pohan menambahkan, perintah kebiri tidak perlu menjadi polemik karena hukum positif telah membenarkannya.
Meski secara moral dan kode etik dokter tidak dibenarkan, kebiri telah menjadi perintah UU.
Tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Agustinus mengatakan jika dokter yang bernaung di bawah IDI menolak melakukan kebiri, eksekusi kebiri bisa saja dilakukan dokter yang bekerja di kepolisian atau polisi yang mempunyai kemampuan medis.
"Jalan keluarnya kalau dia dokter di polisi atau polisi yang juga dokter diperintahkan (kebiri), harus mau," pungkasnya.
Hukuman mati
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menerima masuk-an masyarakat yang tidak menyetujui pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual berupa hukuman kebiri kimia.
Menurut Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, penerapan hukuman kebiri kimia perlu dikaji ulang karena tidak efektif menjamin pelaku kejahatan seksual jera, sebab efeknya hanya sementara.
"Saya cenderung setuju kebiri permanen atau hukuman mati jika pelaku melakukan perbuatan berkali-kali. Kebiri kimia tidak menjamin efek yang signifikan," kata Supratman.
Semua fraksi di dewan, lanjut Supratman, akan mengambil sikap mengenai penerapan hukuman kebiri kimia.
Kalau ada substansi yang harus diperbaiki dari Perppu Nomor 1/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak termasuk hukuman kebiri, akan dibahas komisi atau panitia khusus setelah DPR mengesahkan perppu.
Di sisi lain, pakar hukum kesehatan Agus Purwadianto menilai posisi dokter dalam hukuman kebiri tidak boleh dipandang sebagai eksekutor.
Ia mengacu pada kasus narkotika, kedokteran diposisikan sebagai pihak yang melakukan perawatan. (P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved