Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PROSES pengalihan kewenangan bidang pendidikan dari kabupaten atau kota ke pemerintah provinsi seperti yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah membuat resah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
Saat menjadi saksi di sidang uji materi nomor perkara 31/PUU-XIV/2016, Risma mencurahkan keluh kesahnya apabila nantinya Pemkot Surabaya tidak lagi mengelola pendidikan karena bidang tersebut akan menjadi kewenangan Provinsi Jawa Timur.
Menurutnya, Pemkot Surabaya menggratiskan sekolah sejak ia menjabat wali kota pada 2010.
Anggaran pendidikan di APBD 2011 ialah 36,6% dan pada 2012 sekitar 35% atau berkisar Rp1,8 triliun.
"Pendidikan hak semua orang, siapa pun dia, biarpun dia miskin. Semua orang miskin boleh bermimpi untuk menjadi sukses, berhasil, dan kaya, bukan orang kaya saja," ujar kader PDI Perjuangan itu.
Risma menambahkan, Surabaya telah melakukan riset indeks pembangunan manusia per kelurahan dengan menghitung kebutuhan SMA/SMK di satu kawasan.
Hal itu untuk mengantisipasi cukup atau tidaknya kapasitas SMA/SMK saat menerima lulusan SMP.
Menurutnya, perhitungan detail seperti itu tidak mungkin dilakukan oleh Provinsi Jawa Timur karena harus mencakup 38 kabupaten/kota.
"Yang mengerti itu daerah (kabupaten/kota), tapi kalau tidak mampu, bisa dilempar ke provinsi," lanjut dia.
Sementara itu, ahli pemohon yang juga pakar hukum tata negara Harjono berpendapat pengambilan kewenangan pendidikan ke provinsi yang menyamakan seluruh daerah tidak adil.
Pasalnya, terdapat daerah yang mampu mengelola pendidikan, seperti Surabaya, dan ada yang tidak mampu. "Sesuatu yang beda, tapi disamakan. Itu tidak adil," ucap Harjono.
Ia pun sependapat dengan Risma bahwa pendidikan bukan hanya soal sekolah, melainkan juga membina di luar sekolah.
Meski pemimpin yang peduli seperti Risma memimpin provinsi atau negara, hal itu belum tentu membenahi pendidikan seutuhnya karena hanya wali kota/bupati yang bersentuhan langsung setiap harinya.
"Pertanggungjawaban (gubernur atau presiden) hanya statistik. Ibu Risma ini memanggil anak dan orangtuanya. Jadi pendidikan lebih kompleks daripada hanya sekolah," tukas mantan hakim MK itu.
Ahli pemohon lainnya, Philipus M Hadjon, menyebut Pasal 13 UU Pemerintah secara tegas menganut asas efisiensi.
Namun, jika wewenang pendidikan yang baik dialihkan ke provinsi, hal itu sudah bukan lagi efisiensi.
"Kalau sudah ditangani kota, sudah bagus. Kok dipindahkan ke provinsi? (Itu) menjadi tidak efisien," ungkapnya.
Perkara ini diajukan Bambang Wijarnako dan kawan-kawan.
Mereka merasa dirugikan karena ada pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan. (Nyu/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved