Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SETELAH melewati perdebatan panjang, Revisi UU No 8/2015 tentang Pilkada akhirnya disahkan menjadi UU, kemarin.
Dalam UU itu, DPR diam-diam membuat pasal yang memangkas kemandirian penyelenggara pemilu.
Pemangkasan kemandirian penyelenggara pemilu tersurat di Pasal 9 huruf a dan Pasal 22 huruf b.
Pasal-pasal itu menggariskan bahwa masukan DPR dan pemerintah dalam penyusunan dan penetapan peraturan KPU dan Bawaslu bersifat mengikat.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengaku kaget dengan adanya pasal-pasal tersebut.
Sebagai lembaga yang mandiri, kata dia, KPU seharusnya bebas dalam pengambilan keputusan sesuai dengan keyakinan KPU yang berpedoman pada UU.
"Tetapi pengaturan seperti ini sangat mungkin atau berpotensi besar mengurangi kemandirian kami," ujar Hadar di Jakarta.
Hadar menambahkan, pasal tersebut bisa menghambat pembentukan PKPU, sebab masukan DPR sebagai lembaga politik tak jarang sarat dengan kepentingan politik, sementara KPU tidak boleh mencerminkan kepentingan politik tertentu.
Pasal itu juga tidak sesuai dengan amanat konstitusi dalam Pasal 22E ayat 5 yang menyatakan KPU bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Anggota Bawaslu Nelson Simanjuntak mengingatkan rekomendasi mengikat dari DPR harus sesuai dengan UU dan tak berupa intervensi.
Menurutnya, kenyataan bahwa lembaga tidak lepas sepenuhnya dari kepentingan lembaga lain merupakan hal yang biasa dalam distribusi kekuasaan dan hukum modern.
"Tapi harus dibatasi (rekomendasi mengikat) supaya tidak jauh mengintervensi. Yang terpenting, KPU dan Bawaslu tidak terpengaruh secara partisan oleh partai politik," tukas Nelson.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menilai ketentuan bahwa masukan DPR bersifat mengikat bagi penyelenggara pemilu merupakan sebuah kemunduran.
Rekomendasi mengikat dapat memicu permasalahan baru akibat kepentingan politik parpol di DPR yang tidak sama.
Anggota Komisi II DPR Ahmad Riza Patria menegaskan penambahan frasa 'yang keputusannya bersifat mengikat' bagi KPU dan Bawaslu di UU Pilkada bukanlah bentuk intervensi DPR.
Itu cuma penegasan aturan di UU tentang MPR, DPR, DPD, DPRD, sekaligus hendak memastikan kesepakatan bisa segera diterapkan.
"Di UU MD3 kan sudah diatur. Kalau kesepakatan dengan DPR tidak mengikat, ya percuma. Apa gunanya ada DPR? Mengikat ini agar dapat diimplementasikan saja UU-nya," tegas Riza.
Perdebatan
Meski diwarnai banyak perdebatan, Revisi UU Pilkada akhirnya disahkan menjadi UU.
Terdapat sejumlah substansi penting dalam UU itu, antara lain percepatan pilkada serentak secara nasional dari yang tadinya 2027 menjadi 2024.
Soal syarat dukungan dari parpol atau gabungan parpol untuk calon kepala daerah, besarannya tak berubah, yakni 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% suara sah dalam pemilu.
Begitu pula untuk kandidat independen, tetap 6,5%-10% dari daftar pemilih tetap.
UU juga menggariskan anggota DPR, DPD, dan DPRD harus mundur jika mencalonkan diri dalam pilkada, sementara petahana cukup cuti.
Anggota Komisi II Arif Wibowo menegaskan pengesahan UU Pilkada hasil revisi tersebut mesti segera diikuti dengan revisi UU politik lain yang terkait.
"Agar bisa menjawab kebutuhan pemilu yang lebih baik, demokratis, dan jangka panjang." (Kim/X-9)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved