Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PENYELENGGARAAN pemilihan umum (pemilu), baik nasional maupun daerah, sebaiknya menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Pasalnya, sebenarnya 60% daerah tidak memiliki ruang fiskal yang memadai untuk menyelenggarakan pilkada serentak.
Akibatnya, kata Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto, untuk memenuhi anggaran pilkada, sejumlah sektor yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat, seperti kesehatan dan infrastruktur, harus dipotong.
"Hanya 30% kabupaten/kota di Indonesia yang masuk kategori mampu. Ini hal krusial yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah," ujar Yenny dalam diskusi di Salemba, Jakarta, kemarin.
Ia menambahkan, siklus anggaran yang tak sesuai dengan tahapan pilkada membuat dana penyelenggaraan pilkada tak tersedia.
Ongkos pilkada serentak pada 2017 diprediksi mencapai Rp19 triliun.
Selain itu, Yenny juga mencatat tak ada standardisasi unit pengeluaran tiap daerah, sehingga terjadi ketimpangan di beberapa daerah bila anggaran dibebankan ke APBD, disesuaikan dengan anggaran setiap daerah.
"Misalnya KPPS di Jakarta dan Bandung ada 7. Di daerah yang ruang fiskalnya kurang, jumlahnya bisa kurang dari itu," ujarnya.
Akibat ruang fiskal yang terbatas, peluang penyimpangan pun meningkat, misalnya penerbitan perda liar untuk memperbesar ruang fiskalnya.
Oleh karena itu, lanjut Yenny, perlu dibentuk sistem baru agar tidak mengorbankan pemanfaatan APBD untuk kesejahteraan rakyat.
Negara melalui APBN, jelas Yenny, sebenarnya mampu menciptakan standar pengeluaran pilkada.
Pelemparan tanggung jawab dengan menggunakan APBD bukan alasan tepat.
Bolaang Mongondow
Sementara itu, meski sebanyak 100 daerah yang mengikuti Pilkada 2017 telah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), masih tersisa 1 daerah yang belum menandatangani NPHD, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow.
Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan saat proses negosiasi, disepakati angka sebesar Rp25,8 miliar yang akan dituangkan dalam NPHD antara KPU Bolaang Mongondow dan Bupati Bolaang Mongondow Salihi Mokodongan.
Namun, saat hari H penandatanganan, nilai yang tercantum dalam NPHD berubah menjadi Rp19 miliar tanpa kesepakatan sebelumnya.
"Pada akhirnya, angka bisa disepakati, Rp25,8 miliar, semua sudah sepakat, tapi yang ditandatangani dalam NPHD kalau tidak salah hanya Rp19 miliar, KPUD tidak mau," ujar Arief.
Arief menambahkan, KPU Bolaang Mongondow meminta dalam NPHD tersebut agar dicantumkan pencairan sisa dari Rp25,8 miliar sebesar Rp6,8 miliar dalam NPHD, tetapi Pemda Kabupaten Bolaang Mongondow enggan memasukkan syarat tersebut.
"Tapi kan draf NPHD itu tidak ada mencantumkan jumlah total dari keseluruhan anggaran," ujarnya.
Untuk memberi kepastian hukum penyelenggaraan pilkada Kabupaten Bolaang Mongondow, KPU memberi tenggat agar pemda segera menandatangani NPHD sesuai dengan angka yang disepakati. (Nyu/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved