Perkuat Hak Anak Korban Kejahatan Seksual

Nyu/Mut/DG/FL/X-9
30/5/2016 09:35
Perkuat Hak Anak Korban Kejahatan Seksual
(Dok.MI)

PENERBITAN Perppu No 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dinilai kurang optimal karena tak menyentuh hak anak korban kejahatan seksual.

Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, menyatakan dalam diskusi di Jakarta, kemarin, seluruh pasal dalam perppu tersebut hanya menitikberatkan pada pemberatan hukuman bagi pelaku. "Secara tidak sadar pemerintah alpa terhadap penguatan hak korban. Tidak ada baik konsep rehabilitasi, kompensasi, maupun skema pengawasan dan pendamping­an korban," ujarnya.

Berdasarkan pemantauan ICJR, kata Erasmus, dari data korban kejahatan yang ditangani Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) selama 2011-2014 yang berjumlah 2.317, hanya 3% yang mendapa­t layanan medis dan rehabilitasi psikologis dan psikososial.

"Karena UU No 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban lemah. LPSK hanya bisa melayani jika korban menjadi saksi di persidangan, sedangkan kebanyakan korban trauma. LPSK hanya bisa turun ketika kasus masuk ke persidangan."

Ketua Divisi Legal Reform LBH Apik Khotimun Sutanti juga mempertanyakan keberpi­hakan pemerintah kepada korban kekerasan seksual, khususnya anak-anak. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Restitusi sebagai turunan dari Pasal 7B UU Perlindungan Saksi dan Korban dan Pasal 71d UU Perlindungan Anak belum juga disahkan.

Ketua Inspirasi Indonesia Helga Worotitjan pun menyesal­kan keluarnya perppu yang tidak dibarengi penguatan hak-hak korban.

Perppu Perlindungan Anak menggariskan pemberatan hukuman, termasuk tambahan antara lain vonis pengebirian kimiawi, bagi pelaku yang eksekusinya dilakukan dokter atas perintah hakim. Namun, menurut Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ilham Oetama Marsis, hukuman pengebirian melanggar kode etik kedokteran. IDI pun akan mengeluarkan fatwa sebagai pegangan dokter terkait dengan eksekusi kebiri. (Nyu/Mut/DG/FL/X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya