MA tidak Boleh Lepas Tangan

Nur Aivanni
29/5/2016 11:29
MA tidak Boleh Lepas Tangan
(Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi Abdurrachman--MI/Rommy Pujianto)

MAHKAMAH Agung (MA) semestinya tetap membantu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Royani, sopir Sekretaris MA Nurhadi Abdurachman. Pemecatan Royani bukan berarti MA bisa lepas tangan.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar Wicaksana, menekankan hal itu ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

"Hubungan kepegawaian (antara MA dan Royani) iya (sudah tidak ada lagi). Tapi komitmen MA untuk memberantas korupsi di lembaganya belum selesai. Harusnya komitmen MA ditunjukkan untuk kasus, bukan pegawainya saja," cetus Dio.

Kesaksian Royani diperlukan untuk mengungkap lebih dalam kasus suap pengajuan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakarta Pusat) yang diduga juga melibatkan Nurhadi. Hingga kini keberadaan Royani yang telah dicegah untuk ke luar negeri itu tidak diketahui.

Juru Bicara MA, Suhadi, menyampaikan MA telah memecat Royani dari kepegawaian MA per 27 Mei 2016. Pemecatan itu disebabkan Royani tidak masuk kerja tanpa keterangan yang jelas selama 42 hari.

Suhadi mengaku itu berarti MA sudah tidak punya hubungan lagi dengan Roya­ni. Dengan begitu, MA tidak bisa membantu menghadirkan Royani untuk menjalani pemeriksaan di KPK. "Ya sudah lepas dari MA. Statusnya sudah lepas dari MA. Jadi, tidak ada hubungan lagi dengan MA."

Suap PN Jakarta Pusat dengan tersangka Panitera PN Jakarta Pusat, Edy Nasution, yang tertangkap tangan oleh KPK bukan satu-satunya kasus yang menyeret MA tahun ini. KPK juga menangkap Kasubdit Kasasi Perdata MA, Andri Tristianto Sutrisna, yang menerima suap penundaan pengiriman salinan putusan kasasi pengusaha Ichsan Suadi.

Baru-baru ini tiga hakim dan panitera di Bengkulu juga tertangkap tangan menerima suap.

Menyedihkan
Ahli hukum pidana, Muladi, menilai kondisi hukum di Indonesia sangat menyedihkan, yang terlihat dari perilaku kouptif yang terungkap di MA. "Anda lihat kasus di MA. Kebobrokannya itu sangat memprihatinkan," cetus Muladi di sela peluncuran bukunya yang berjudul Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan Kriminal, di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta, kemarin.

Acara peluncuran buku itu dihadiri Gubernur Lemhanas Agus Widjojo, Menkum dan HAM Yasonna Laoly, Ketua STIK Rycko Amelza, politikus Golkar Theo Sambuaga, mantan Dirjen AHU dan Kepala BPSDM Kemenkum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo, pakar hukum Romli Atmasasmita, Guru Besar Fakultas Hukum UI Hikmahanto Juwana, dan Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono.

Mantan menteri kehakim­an itu mengatakan, borok peradilan yang tecermin dari wajah MA itu harus segera diperbaiki, dimulai dari sisi undang-undangnya. Pemerintah dan DPR mesti serius menuntaskan rancangan KUHP agar sesuai dengan kebutuhan peradilan yang bersih dan perkembangan zaman. (Cah/P-1)

aivanni@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya