Implementasikan Perppu Kebiri

Putri Rosmalia Octaviyani
29/5/2016 08:41
Implementasikan Perppu Kebiri
(Dok.MI)

BANYAK pihak mengapresiasi penerbitan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Namun, yang terpenting yang harus dilakukan pascapenerbitan perppu itu ialah implementasi dan upaya preventif untuk menghilangkan kekerasan seksual terhadap anak.

Hal cukup mendesak yang harus diatasi untuk menanggulangi bencana kemanusiaan dan peradaban itu ialah hulunya, yakni konten pornografi, minuman keras, dan narkoba.

Pendapat tersebut disampaikan secara terpisah oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda Iswanto, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, serta Ketua PBNU M Sulton Fathoni, di Jakarta, kemarin.

"Pelaku kejahatan seksual yang marak akhir-akhir ini justru banyak anak-anak. Namun, dalam perppu kebiri, adanya pemberatan hukuman dan hukuman tambahan itu tidak berlaku bagi anak," kata Khofifah.

Menurutnya, masih banyak yang mengelak pemicu utama kekerasan seksual ialah konten pornografi dan minuman keras. Kecuali narkoba, banyak orang tidak mengelak. Kejadian demi kejadian itu sudah menjadi fenomena bencana kemanusiaan.

Di sisi lain, Erlinda mengatakan penetapan kejahatan seksual pada anak sebagai kejahatan luar biasa merupakan terobosan hukum yang harus dilakukan mulai penyidikan hingga putusan paling maksimal di pengadilan.

"Setelah penerbitan perppu, masyarakat tentu mengharapkan langkah konkret dari berlakunya perppu tersebut. Untuk program pencegahan, misalnya, adanya penguatan keluarga dengan parenting skill dan program penguatan anak dengan membuka program nonformal untuk menggali potensi anak," tambah Erlinda.

Anwar Abbas yang juga Ketua PP Muhammadiyah Bidang Ekonomi berharap pemerintah tidak gamang dalam menghadapi ancaman atau argumen dari para pedagang minuman keras serta pendukung pornografi dan pornoaksi.

Lebih lanjut, Sulton Fathoni mengatakan pencegahan komprehensif atas kejahatan seksual bisa dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu penegakan hukum dan pendekatan sosial bahwa kekerasan seksual itu kejahatan moral yang berat.

"Selama ini masyarakat selalu dipertontonkan kekerasan seksual, perzinaan, dan lainnya sebagai peristiwa yang biasa," ujarnya.

Berlandaskan HAM
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H Laoly mengatakan hukuman kebiri sudah mempertimbangkan dan berlandaskan HAM. Sanksi tersebut juga tidak diterapkan kepada seluruh kejahatan kekerasan seksual, tetapi ada pertimbangan-pertimbangan yang akan diputuskan pengadilan.

"Sanksi kebiri kan hukuman alternatif, bukan satu-satunya, tentu nanti hakim akan melihat fakta-fakta," terang Yasonna di sela menghadiri peluncuran buku karya Muladi berjudul Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana dan Kebijakan Kriminal, di Gedung Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), Jakarta, kemarin. (Bay/Try/Cah/X-8)

putri@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya