MK Tegaskan lagi Jaksa tidak Punya Hak PK

13/5/2016 06:55
MK Tegaskan lagi Jaksa tidak Punya Hak PK
(MI/SUSANTO)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menegaskan kembali putusannya bahwa jaksa tidak berhak mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus yang ditangani. Hak itu hanya milik terpidana dan ahli warisnya.

Sikap itu ditunjukkan dengan mengabulkan permohonan uji materi UU No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana yang diajukan Anna Boentaran, istri terpidana Djoko Soegiarto Tjandra. Anna keberatan dengan penerapan muatan Pasal 263 ayat 1 karena faktanya jaksa penuntut umum atau penegak hukum lain mengajukan PK.

Pemohon meminta majelis menyatakan pasal itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kecuali berbunyi, “Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan PK ke Mahkamah Agung.”

“Menyatakan mengabulkan permohonan pemohon,” ujar Ketua MK Arief Hidayat, selaku ketua majelis dalam sidang di Jakarta, kemarin.

Dalam pertimbangannya, mahkamah menegaskan pada putusan MK No 16/PUU-IV/2008 telah jelas bahwa PK ialah hak terpidana dan ahli warisnya, bukan jaksa. Jika jaksa mengajukan PK, padahal sebelumnya telah mengajukan kasasi dan upaya hukum luar biasa dan telah dinyatakan ditolak, hal itu menimbulkan ketidakpastian hukum.

Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus korupsi chessie (hak tagih) Bank Bali. Pada 2000, hakim memutuskan dia tak terbukti bersalah. Delapan tahun kemudian, Kejaksaan Agung mengajukan PK ke MA dan dikabulkan pada 11 Juni 2009 dengan memvonis Djoko 2 tahun penjara dan denda Rp15 juta. Namun, hingga kini ia buron ke Papua Nugini.

Jaksa juga pernah mengajukan PK pada 1996 dalam kasus Muchtar Pakpahan. Kemudian pada 2007, langkah serupa ditempuh dalam perkara pembunuhan aktivis Munir dengan terpidana Pollycarpus.

Pakar hukum pidana UI Indriyanto Seno Adji berpendapat bahwa putusan MK itu harus dihormati. Namun, menurutnya, keputusan menolak atau menerima pengajuan PK tergantung MA sebab hakim tidak terikat oleh kekuasaan apa pun.

‘’Dengan adanya kekuasaan kehakiman, hanya hakim yang bisa memutuskan apakah putusan MK nantinya dapat dijalankan atau tidak,” tandas Indriyanto. (Ind/Nyu/X-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya