Fitra Temukan Korupsi Bansos Banten 114,2 Miliar

Cahya Mulyana
05/5/2016 13:05
Fitra Temukan Korupsi Bansos Banten 114,2 Miliar
(MI/Panca Syurkani)

FORUM Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) telah temukan dan melaporkan dugaan korupsi dana hibah bansos di provinsi Banten pada APBD tahun anggaran 2014-2015 sebesar Rp 114,2 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Itu dilaporkan ke KPK akibat dugaan korupsi sangat besar akibat tidak adanya persyaratan sesuai aturan dalam pencairan dana tersebut.

"Fitra temukan dugaan korupsi hibah dan bansos APBD Provinsi Banten sekitar Rp.114.2 miliar. Dana tersebut diduga tindak pidana korupsi akibat ridak adanya persyaratan dalam pencairannya," terang Peneliti Politikggaran Fitra Gunardi Ridwan, di Gedung KPK usai laporkan dugaan korupsi tersebut ke Bagian Pengaduan Masyarakat KPK, Rabu (4/5).

Menurutnya, dugaan korupsi tersebut sesuai dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2014. Rincian tersebut sebagai berikut sesuai dengan hasil audit Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK dan hasil investigasi FITRA.

Ia mengatakan modus korupsi perttama pencairan dana bansos dan hibah dilakukam tanpa proposal pengajuan. Tercatat sepanjang tahun 2015, terdapat 73 dari 196 penerima hibah baik lembaga atau organisasi tidak didukung dengan proposal pengajuan. Kemudian 44 lembaga atau organisasi yang tidak didukung dengan proposal pencairan

"Sedangkan 27 lembaga atau organisasi tidak ada proposal pengajuan dan proposal pencairan. Artinya dari 196 penerima hibah, terdapat 144 penerima hibah yang tidak patuh administrasi, dan hannya 52 penerima hibah yang sesuai prosedur. Potensi penyelewengan anggaran bansos dan hibah sebesar Rp. 86 miliar dan dengan inidikasi tersebut dana yang keluar rawan penyimpangan," ungkapnya.

Sedangkan modua lain dari dugaan korupsi ini, lanjut dia, pencairan dari proposal bodong dan organisai menerima terus menerus. Selain adanya proposal bodong, ditemukan juga 20 instansi atau oragnisasi masyarakat yang mendapat hibah secara terus-menerus atau berulang tanpa dasar atau ketentuan yang mengikat.

"Pada tahun 2014 besaran dana hibah senilai Rp. 48 miliar untuk 20 instansi/oragnisasi, pada tahun 2015 besaran dana hibah meningkat menjadi senilai Rp.52 Miliar untuk 20 instansi atau organisasi masyarakat yang sama. Proposal tersebut diloloskan hanya berdasarkan usulan TAPD dan persetujuan Gubernur," paparnya.

Ia juga menjelaskan terdapat 62 penerima hibah yang tercantum Keputusan Gubernur Banten Nomor 978/Kep.513-Huk/2015 dengan nilai hibah sebesar Rp. 13.108.205.000 tidak mencairkan dana hibahnya. Hal ini diketahui bahwa penerima hibah tidak mencairkan karena Surat Keputusan Gubernur ditetapkan tanggal 17 November 2015 berdekatan dengan tanggal tenggat waktu pencairan sesuai dengan Peraturan Gubernur dan Surat Edaran Sekretaris Daerah tentang langkah-langkah akhir tahun. "Modus lain yaitu dana tersebut cair tanpa pertanggungjawaban dan barang tidak diyakini keberadaannya," tegasnya.

Sementara itu terdapat juga temuan, sambung dia, penganggaran belanja hibah barang dilakukan tanpa didasari kebutuhan berdasarkan proposal permohonan, dan laporan penggunaan hibah barang kepada pada Dinas Pendidikan Sebesar Rp. 37.308.074.550.

"Sehingga beberapa permasalahan di atas sarat dugaan korupsi karena tidak sesuai dengan Permendagri 32 tahun 2011 tentang mekanisme pengajuan dan pencairan dana bansos dan Pergub Banten no 33 tahun 2012 tentang pedoman pengelolaan dana hibah dan bansos. Oleh sebab itu kami serahkan data tesebut ke KPK untuk nantinya KPK bisa mmplajari dan mengusut dugaan korupsinya," tegasnya.

Ia meminta KPK serius menangani hasil tindaklanjut BPK terkait potensi korupsi dana hibah bansos yanf terus terjadi setiap tahun. "Juga dalam hal ini Gubernur Banten selalu pemberi diskresi pencairan dana hibah bansos harus bertanggungjawab atas potensi kebocoran APBD Prov Banten setiap tahun tersebut," tukasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya