Penguatan Bawaslu harus Diimbangi Konsep Peradilan Pemilu

Putra Ananda
05/5/2016 12:50
Penguatan Bawaslu harus Diimbangi Konsep Peradilan Pemilu
(MI)

RENCANA Pemerintah dan DPR memberikan tambahan kewenangan bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar bisa menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan dugaan kecurangan pelaksanaan pilkada diharapkan dapat diimbangi dengan konsep peradilan pemilu yang jelas.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie mengungkapkan selama ini keterlibatan lembaga-lembaga peradilan umum yang berada di luar sistem Pemilu seperti Pengadilan Negri, Tata Usaha, maupun Mahkamah Agung (MA) dinilai belum efektif dalam mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi selama proses pemilu khususnya pilkada.

Ketidakefektifkan terjadi karena pemberian sanksi baru dapat dilakukan jika sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap yang seringkali keluar saat proses tahapan pilkada telah usai. Jimmly pun menilai bahwa penerapan sanksi administratif akan lebih efektif untuk mencegah praktik kecurangan saat tahapan pilkada berlangsung.

"Initnya sanksi lebih baik jangan ranah pidana karena tidak terlalu efektif. Lebih efektif sanksi administrasi berupa diskualifikasi kepersetaan pasangan calon," jelas Jimly saat ditemui di Gedung DKPP, Rabu (4/5).

Jimly melanjutkan agar pemberian sanksi adminsitrasi oleh Bawaslu dapat lebih efektif maka diperlukan konsep peradilan pemilu yang lebih jelas. Sebagai solusi ia mengungkapkan bahwa Bawaslu dapat diperkuat hingga menjadi sebuah lembaga peradilan Pemilu. Semua penyelesaian kecurangan-kecurangan yang berkaitan dengan Pemilu atau pilkada ditangani dan terintegrasi semua di Bawaslu. Namun, untuk penyelesaian sengketa hasil pemilihan, Jimly yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut masih mempercayakan hal ini untuk dapat diselesaikan di MK.

"Semua dapat diselesaikan di Bawaslu. Dengan konsep seperti itu mungkin Bawaslu dapat diubah menjadi sebuah lembaga peradilan Pemilu. Semua lembaga peradilan pemilu di luar Bawaslu tidak lagi diberikan wewenang," tuturnya,

Dengan konsep Bawaslu menjadi sebuah lembaga peradilan Pemilu, Jimly menjelaskan bahwa Bawaslu akan bersikap pasif. Tidak lagi aktif mengawasi kecurangan-kecurangan yang ada di lapangan. Bawaslu cukup menunggu laporan-laporan kecurangan yang masuk dari masyarakat ataupun dari penyelenggara Pemilu. Dengan begitu struktur Bawaslu dapat dipangkas cukup sampai pada tingkat kabupaten/kota. Ia menilai hal tersebut lebih efisien dari segi beban kerja.

"Jadi dia menunggu di ujung betul-betul menjadi sebuah lembaga pengadilan," paparnya.

Tidak hanya itu, Jimly juga menawarkan sebuah konsep lain ke pembuat UU. Ia mengusulkan agar DKPP dapat diperkuat menjadi lembaga yang tidak hanya mengadili etik dari para penyelenggara Pemilu. Peran DKPP dapat diperluas sebagai lembaga peradilan Pemilu. Dengan konsep ini, nantinya Bawaslu akan berperan sebagai jaksa atau pengawas untuk melaporkan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat proses tahapan Peimlu atau pilkada berlansung.

"Dengan begini Bawaslu bisa betul-betul menjadi pelapor dan pengadu sehingga fungsi pengawas itu langsung ada kaitannya dengan proses mengadili. Namun, pada intinya kita menyerahkan ini semua kepada Pemerintah dan DPR," tuturnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya