Mahkamah Agung Harus Perbaiki Manajemen Perkara

Nur/Cah/P-5
30/4/2016 07:20
Mahkamah Agung Harus Perbaiki Manajemen Perkara
(ANTARA/Rosa Panggabean)

KOMISIONER Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menyayangkan minutasi perkara di Mahkamah Agung (MA) diwarnai dengan praktik mafia peradilan.

Ia mendesak MA segera memperbaiki manajemen perkara.

"Iya, manajemen MA harus diperbaiki," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Minutasi ialah proses yang dilakukan panitera pengadilan dalam menyelesaikan administrasi meliputi pengetikan, pembundelan, dan pengesahan suatu perkara.

Pada praktiknya, minutasi kerap diwarnai dengan aksi mafia.

Misalnya, penundaan sa-linan putusan, percepatan salinan putusan, atau bahkan penghilangan salinan putusan.

Penangkapan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, Rabu (20/4) lalu, oleh KPK membuktikan adanya praktik tersebut.

Edy terjaring melalui operasi tangkap tangan yang berawal dari gugatan peninjauan kembali perkara perdata Lippo Group melawan Astro.

Sekjen MA diduga terlibat dalam kasus tersebut.

"Hakim dalam banyak hal bersifat pasif, yang paling banyak mafianya aparatur nonhakim. Asumsinya hakim tidak berani lagi bermain dengan uang," lanjut Farid.

Senada dengan KY, KPK menilai lembaga peradilan perlu segera berbenah.

"(Terkait hegemoni korupsi dalam minutasi), Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sering menyebut dengan criminal justice system yang sudah rusak," terang Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati.

Juru bicara MA Suhadi mengaku tak tahu-menahu mengenai praktik mafia peradilan dalam minutasi di lembaganya tersebut.

"Kurang tahu. Permainannya di mana? Kita sudah ada SOP-nya."

Menurutnya, setiap tahapan minutasi bisa memakan waktu lama.

Setelah perkara diputus majelis hakim, putusan tersebut dikirim ke operator, lalu dikoreksi panitera pengganti, kemudian dikoreksi pembaca satu dan pembaca tiga.

"Jika sudah rampung di pembaca tiga, putusan diteruskan ke panitera muda untuk dibuatkan salinan putusannya. Setelah salinan putusan rampung, dikirimkan ke pengadilan pengaju. Proses ini bisa bolak-balik. Namun, SOP-nya tiga bulan," beber Suhadi.

Sebelumnya, peneliti MaPPI Dio Ashar Wicaksana mengatakan praktik percaloan di MA terjadi lantaran semua perkara ujungnya menumpuk di lembaga tersebut (Media Indonesia, 29/4).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya