KPU Persingkat Proses Kampanye

Uta/Nur/P-1
28/4/2016 07:20
KPU Persingkat Proses Kampanye
(ANTARA)

DEMI mengantisipasi keterlambatan pengesahan revisi Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memundurkan tahapan pilkada.

Pendaftaran pasangan calon yang pada mulanya dijadwalkan pada 28-30 Agustus diundur menjadi 19-21 September 2016.

Proses kampanye para pasangan calon bakal lebih singkat.

"Proses pencalonan disesuaikan dengan proses pilkada maka dimundurkan. Mekanisme kampanye kita padatkan. Penetapan pasangan calon lebih mundur, proses kampanye sedikit sehingga patokan pelaksanaan pilkada tetap pada 15 Februari 2017," ungkap komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui revisi UU Pilkada tidak mungkin bisa dibawa ke dalam sidang paripurna yang akan digelar pada 29 April mendatang. Hal itu disebabkan masih ada poin-poin yang belum disepakati antara DPR dengan pemerintah.

Poin-poin itu antara lain terkait dengan persentase suara syarat pencalonan baik melalui partai politik maupun jalur perseorangan serta kewajiban mundur-tidaknya anggota TNI, Polri, PNS, dan DPR/DPRD/DPD.

"Kemungkinan reses DPR sampai 18 (Mei), tapi sampai 18 (Mei) kan tim perumus bekerja. Setelah reses, (draf revisi) dibahas sehingga akhir Mei selesai," ujar Mendagri di Jakarta, kemarin.

Menurut Ferry, hal itu menyebabkan permulaan tahapan pilkada mundur satu bulan, bersamaan dengan penandatanganan naskah perjanjian hibah daerah pada 22 Mei 2016.

Keterlambatan itu juga bisa berdampak pada proses pembentukan penyelenggara tingkat ad hoc yaitu Panita Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang ditetapkan 21 Juni 2016.

Sementara itu, komisioner KPU lainnya, Ida Budhiati, mengungkapkan perlu ada penegasan definisi politik uang dalam poin-poin revisi UU pilkada.

Selama ini penyelenggara dan pengawas mengalami kesulitan mengategorikan dan membuktikan tindakan-tindakan yang dilakukan kandidat dan simpatisan apakah termasuk tindakan yang menyalahi aturan mengenai politik uang.

Revisi harus bisa memberi definisi lebih jelas bahwa pelanggaran politik uang ialah memberikan uang, barang, dan janji dengan tujuan untuk mendukung pasangan calon tertentu.

"Sehingga kalau ada perilaku pelanggaran larangan politik uang dan ada bukti yang cukup, Bawaslu bisa menerbitkan rekomendasi untuk dilakukan penerapan sanksi," papar Ida.

Ida menyatakan sepakat apabila UU lebih menekankan sanksi administratif berupa pengguguran kepesertaan pasangan calon bagi yang terbukti melakukan pelanggaran politik uang.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya