KPK Minta Remisi Koruptor Tetap Diperketat

Cahya Mulyana
27/4/2016 06:00
KPK Minta Remisi Koruptor Tetap Diperketat
()

RENCANA Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99/2012 tentang Perubahan Kedua atas PP No 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan mengundang kontroversi.

KPK menolak rencana pemerintah merevisi PP tersebut bagi terpidana korupsi, narkoba, dan terorisme. “Remisi atas kasus korupsi harus ditolak,” kata Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang, kemarin.

Ia menegaskan revisi itu harus ditolak apabila bertujuan memberi remisi kepada narapidana korupsi. Sebab korupsi merupakan perkara yang menyengsarakan rakyat dan tidak pantas mendapatkan keringanan.

“Korupsi itu extraordinary crime (kejahatan luar biasa).Jadi, mengatasinya juga harus extraordinary,” tukasnya.

Terkait dengan merebaknya kerusuhan di lembaga pemasyarakatan, terakhir di LP Banceuy, Bandung, Yasonna mengusulkan agar pengguna narkoba cukup direhabilitasi.

Menurut dia, mayoritas narapidana terkait dengan kasus narkoba sehingga pemakai tidak perlu dipenjara karena akan membuat sesak LP.

“Sekarang ada 5 juta pemakai, kalau mau fair, tangkap 5 juta, (tapi) mau kita masukin di mana? Sekarang 151 ribu (napi) saja sudah mabuk,” ungkap Yasonna seusai telekonferensi dengan 200 kepala LP dan 28 kanwil seluruh Indonesia di Gedung Kemenkum dan HAM di Jakarta, kemarin.

Ia mencontohkan narapidana yang dihukum empat tahun meski hanya tertangkap membawa satu linting ganja. Untuk itu, kata dia, rehabilitasi pengguna narkoba merupakan jalan keluar mengatasi kelebihan kapasitas.

Rehabilitasi pun, kata dia, tidak bisa dilakukan Ditjen Pemasyarakatan. Pasalnya anggaran rehabilitasi hanya untuk 5.000 orang, sedangkan napi narkoba mencapai 61 ribu orang.

Rawan disalahgunakan
Yasonna mengatakan syarat untuk mendapatkan remisi dengan menjadi justice collaborator (JC) rentan disalahgunakan. Persyaratan menjadi JC tersebut tercantum dalam Pasal 34A ayat (1) huruf a PP No 99/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

JC ialah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, tapi mau bekerja sama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara.

“JC itu menggantungkan kewenangan ke tempat lain (penegak hukum), kadang-kadang there is no free lunch (tidak ada yang gratis),” ujar Yasonna.

Menurutnya, penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan JC oleh aparat penegak hukum ada dalam kategori parah. “Pengurusnya (penegak hukum) parah.”

Yasonna menyatakan saat ini Dirjen Peraturan Perundang-undangan Widodo Eka Tjahjana masih mengkaji revisi PP pengetatan remisi itu bersama para ahli. Selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi dengan Menko Polhukam.

Ia menyebut aturan remisi akan dibedakan bagi narapidana kasus narkoba, terorisme, dan korupsi. Bagi bandar narkoba dan kasus korupsi, ia pastikan pemberian remisi tetap akan dibuat ketat. “Kita buat kajiannya dulu.” (Nyu/X-6)

cahya@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya