Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
FRAKSI Partai NasDem, kemarin, menggelar seminar nasional bertajuk Menggagas Local Leader Selection Berkualitas-Berintegritas (Review Perubahan UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada Serentak).
Salah satu isu krusial yang jadi perhatian, yakni calon perseorangan dalam pilkada.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem Syarif Abdullah Alkadrie menyampaikan bahwa persepsi masyarakat yang buruk terhadap parpol tidak lepas dari tradisi parpol meminta mahar kepada calon kepala daerah yang hendak maju maupun politik uang untuk meraup suara.
Pemberian ruang yang luas kepada kandidat perseorangan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki citra itu.
"Kami tidak menutup mata ada masalah-masalah, sehingga banyak kader terhambat karena tidak ada parpol untuk dukung mereka, sehingga perlulah jalur independen itu. Parpol harus koreksi diri kenapa ini terjadi. Seandainya parpol memberi ruang lebih, calon-calon itu tidak menginginkan lewat jalur independen," paparnya.
Ia menyebut contoh nyata tentang adanya permintaan mahar kepada calon kepala daerah oleh satu partai di satu daerah dengan nilai Rp400 juta di 2008.
Sementara itu, Kepala Badan Pemenangan Pemilu Partai NasDem Enggartiasto Lukita menyoroti maraknya politik uang di pilkada tahun lalu.
Ia menyebut Rp1 juta per suara, yang muncul di detik akhir sebelum pemilihan. Awalnya, masih Rp200 ribu, beranjak ke Rp800 ribu.
"Padahal PAD (pendapatan asli daerahnya) hanya Rp25 miliar. Dari mana kalau enggak korupsi?" cetus dia.
Oleh karena itu, ia menyodorkan dua resep. Pertama, 'politik tanpa mahar' terhadap tiap calon kepala daerah yang hendak diusung.
Syaratnya, hanya berkompetensi, disukai, dan diinginkan masyarakatnya, serta tak tersangkut kasus hukum.
"Yang kami tuntut hanya bekerja dengan baik. Tidak menuntut jadi pekerja partai," seloroh dia.
Kedua, tak merasa parpol sebagai yang terbaik.
Pihaknya memberi ruang alternatif lewat jalur perseorangan.
Meski memang jalannya lebih berliku, melalui proses pengumpulan KTP dan berbiaya besar. Hanya bagi para calon perseorangan, biaya itu lebih murah ketimbang membayar mahar ke parpol.
"Namun, NasDem tidak bisa sendiri. Ini harus dituangkan dalam PKPU, UU," tutup Enggar.
Tidak mundur
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman justru menyoroti kemungkinan memasukkan klausul agar anggota DPR tidak perlu mundur dalam pencalonan di pilkada meskipun sudah ada putusan MK tentang diharuskannya anggota DPR dan DPRD untuk mengundurkan diri dari jabatannya jika mencalonkan diri di pilkada.
"Selama itu open legal policy, dan tidak bertentangan dengan konstitusi, itu memungkinkan," ucapnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Mahfud MD menjelaskan putusan MK terhadap suatu pasal hanya mengikat pada UU yang sama.
Jika keputusan politik DPR menginginkan dimasukkannya kembali norma yang sama di perundangan lain, itu masih memungkinkan.
"Kalau di UU yang lalu harus mundur, lalu di (revisi UU) yang sekarang tidak harus mundur, ya boleh. Itu pilihan politik DPR dengan pemerintah saja," terang mantan Ketua MK itu.
Meski ada peluang untuk itu, anggota Komisi II dari Fraksi Partai NasDem M Luthfi A Mutty menolak tegas dibolehkannya TNI, Polri, dan PNS untuk ikut secara aktif dalam kontestasi pilkada.
Selain rawan konflik kepentingan, hal itu bakal merusak kaderisasi parpol. (P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved