RI tidak Takluk kepada Penyandera

Rudy Polycarpus
09/4/2016 08:04
RI tidak Takluk kepada Penyandera
(ANTARA/Ampelsa)

WALAUPUN tidak mudah, Indonesia tidak akan menyerah dalam upaya membebaskan 10 WNI yang kini disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Penegasan ini disampaikan Presiden Joko Widodo seusai membuka Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, kemarin.

"Selain menempuh jalur diplomasi, pemerintah juga menempuh jalur lain. Saya tidak bisa membuka apa saja yang kami lakukan. Semua masih dalam proses. Saya tidak bisa menyampaikan," kata Jokowi.

Lebih dari 10 hari telah dilewati sejak Kemenlu RI menerima informasi pada Senin (28/3) bahwa terjadi pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia saat dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju Batangas, FiĀ­lipina Selatan. Brahma 12 yang mengangkut batu bara tersebut disandera kelompok Abu Sayyaf sejak Sabtu (26/3).

Kelompok ekstremis yang berbasis di Provinsi Sulu, Filipina, tersebut mengajukan tuntutan kepada pemerintah Indonesia untuk membayar tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp14,3 miliar sebagai syarat pembebasan kesepuluh anak buah tongkang Anand 12.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pemerintah tidak akan bernegosiasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Pemerintah juga tidak akan membayar uang tebusan yang mereka minta. Kalla pun menyarankan perusahaan pemilik kapal tidak memenuhi tuntutan kelompok Abu Sayyaf dengan membayar tebusan.

"Pemerintah tidak pernah berbicara soal bayar-membayar. Kami selalu lewat pemerintah Filipina. Lalu soal batas waktu hingga Jumat (8/4) untuk membayar tebusan, informasi itu tidak memiliki sumber jelas. Dari pemerintah Filipina juga tidak ada deadline itu," ujar Kalla di Kantor Wapres, kemarin.

Senada, juru bicara Kemenlu RI Arrmanatha Nasir menegaskan Menlu Retno Marsudi tidak pernah menyinggung perihal tenggat penyelamatan, baik dalam pernyataan pers resmi maupun kesempatan wawancara.

"Kami selalu terukur. Apabila ada perkembangan yang bisa disampaikan ke publik, kami sampaikan," ungkap Arrmanatha yang biasa disapa Tata.

Semua dipantau
Di sisi lain, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui Menlu Retno Marsudi terus memantau perkembangan terakhir upaya penyelamatan para sandera. "TNI dan Polri sudah siaga. Kami tahu posisi kapal dan para sandera lewat pantauan satelit. Tetapi, kami menghormati pemerintah Filipina. Kami ingin mereka ada di depan untuk menyelesaikan persoalan warga negara kita," tutur Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, kemarin.

Adapun KSAL Laksamana Ade Supandi menegaskan pasukan elite TNI Angkatan Laut menunggu perintah untuk membebaskan sandera di Filipina setiap saat.

Hal ini disampaikan Laksamana Ade seusai serah terima jabatan Komandan Pusat Penerbangan TNI-AL di Pangkalan Udara Juanda, Sidoarjo, kemarin.

"Kami perkirakan tidak jauh berbeda dengan operasi penyelamatan kapal berbendera Indonesia di Somalia beberapa tahun lalu," tandas Ade. (Deo/Aya/Nov/HS/Ant/X-4)

rudy@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya