Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
WAKIL Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi menerangkan bahwa pendalaman revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) bisa dilakukan jika RKUHP masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Pendalaman dilakukan untuk membahas pasal-pasal RUU KUHP yang menimbulkan kontroversi.
"Kalau di 2021 kemarin tidak masuk Prolegnas karena pemerintah menunda. kalau nanti dibuka kembali kerannya di Prolegnas Prioritas. Itu baru bisa didalami. Kalau sekarang tidak ada pendalaman," ujar pria yang akrab disapa dengan Awi ini saat dihubungi di Jakarta, Jumat (5/3).
Lebih lanjut Awi menjelaskan RUU KUHP merupakan salah satu RUU carry over 2020 yang menjadi fokus DPR untuk segera diselesaikan. Namun, pengesahan tertunda karena RUU KUHP mendapat penolakan dari masyarakat. DPR baru bisa merealisasikan dua RUU yakni RUU Minerba dan RUU Bea Materai.
"Selanjutnya, KUHP dan pemasyarakatan itu pemerintah minta menunda terlebih dahulu, dilakukan pendalaman meski statusnya carry over. Tapi kalau di KUHP memang ada pasal-pasal yang menimbulkan polemik itu perlu didalami lagi," ujarnya.
Baca juga: DPR Berencana Lanjutkan Pembahasan Revisi RUU KUHP
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berharap revisi UU KUHP bisa segera disahkan tahun ini. Ia mengajak berbagai elemen di masyarakat mencapai kesepakatan baru dalam pengesahan revisi UU tersebut dalam waktu dekat. “Mari kita buat kesepakatan baru. ini sudah tinggal sedikit tinggal sedikit lagi,“ katanya dalam keterangan persnya, Kamis (4/3).
Mahfud menyatakan pentingnya resultante baru pada KUHP yang telah digunakan sejak zaman kolonial Belanda. Mantan Ketua Mahkamah Kontitusi ini menegaskan bahwa hukum berubah sesuai dengan perubahan masyarakat. Oleh sebab itu, sudah saatnya UU hukum pidana yang sudah berumur lebih dari 100 tahun ini diubah. “Ketika terjadi proklamasi berarti terjadi perubahan masyarakat kolonial menjadi masyarakat merdeka. Masyarakat jajahan menjadi masyarakat yang tidak terjajah lagi. Nah makanya hukumnya harus berubah seharusnya,” ujarnya
Menurut Mahfud, berdasarkan catatannya, upaya dalam merevisi RUU KUHP telah berlangsung selama 60 tahun. Namun belum juga berhasil. “Saya mencatat beberapa menyebabkan ketidakberhasilan itu. Pertama memang membuat sebuah hukum, yang sifatnya kondifikasi dan unifikatif itu tidak mudah di dalam masyarakat Indonesia yang begitu plural. Jadi kita harus melakukan agregasi untuk mencapai kesepakatan kesepakatan atau resultante,” tegasnya.
Ia mengakui adanya penolakan sejumlah elemen masyarakat terhadap klausul dalam RUU KUHP tersebut. Namun demikian, ungkapnya, apabila terdapat hal–hal yang masih perlu diperbaiki dalam RUU KUHP, bisa ditempuh melalui legislative review atau judicial review. "Saya, pada waktu itu menjelang pembentukan kabinet baru yang rame penolakan terhadap beberapa UU itu. Soal salah, Nanti bisa diperbaiki lagi melalui legislative review maupun judicial review. Yang penting ini formatnya yang sekarang sudah bagus, soal beberapa materinya tidak cocok bisa diperbaiki sambil berjalan,” pungkasnya. (Che/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved