Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
INSTITUTE for Criminal Justice Reform (ICJR) menyebut hukuman kebiri kimia untuk pelaku pelecehan seksual tidak memprioritaskan korban. ICJR menilai hukuman kebiri kimia bersifat populis.
Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan komitmen pemerintah untuk penanganan korban masih minim dan cenderung mundur. Peraturan mengenai korban kekerasan seksual juga tidak lengkap.
"Anggaran lembaga yang menangani korban seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus dipangkas adalah contoh sederhana (negara tidak berkomitmen menangani korban)," kata Erasmus dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (4/1).
Baca juga: Penghinaan Simbol Negara Memprihatinkan
Berdasarkan data yang dihimpun ICJR, sejak 2015 sampai dengan 2019, jumlah layanan yang dibutuhkan korban dan diberikan LPSK terus meningkat.
Sementara anggaran yang diberikan kepada LPSK sejak 2015 sampai dengan 2020 terus turun. Pada 2015 berjumlah Rp148 miliar, sedangkan pada 2020 anggaran layanan LPSK hanya disediakan Rp54,5 miliar.
Selain itu, efektifitas kebiri kimia dalam menekan angka kekerasan seksual belum terbukti. Erasmus mewanti-wanti pelaksanaan yang melibatkan profesi ini akan berujung masalah.
"Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020, tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak tidak dijelaskan aspek apa saja yang harus dipertimbangkan," ungkapnya.
PP tersebut juga dianggap memuat banyak permasalahan karena tidak detail dan memberikan keterangan. Misalnya terkait mekanisme pengawasan, pelaksanaan dan pendanaan.
"Bagaimana kalau ternyata setelah kebiri, terpidana dinyatakan tidak bersalah atau terdapat peninjauan kembali? Penyusun seakan-akan menghindari mekanisme yang lebih teknis karena kebingungan dalam pengaturannya," kata Erasmus.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku kekerasan seksual terhadap Anak. Beleid ini mengatur pelaksanaan hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual.
Pasal 1 Ayat 1 aturan ini menjelaskan anak yang dimaksud dalam aturan ini, yakni berusia di bawah 18 tahun. Ayat 2 mengungkapkan tindakan kebiri kimia ialah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain yang dilakukan kepada pelaku.
Pelaku tersebut meliputi mereka yang melakukan kekerasan seksual pada anak, persetubuhan dengan anak, dan bertindak cabul pada anak. Para pelaku dikenakan jerat hukuman kebiri jika telah terbukti bersalah.
"Tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," bunyi Pasal 2 PP tersebut.
Pasal 5 menegaskan tindakan kebiri kimia dikenakan untuk jangka waktu paling lama dua tahun. Pasal 6 berbunyi tindakan kebiri kimia dilakukan melalui tahapan, penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. (OL-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved