Udar Dua Kali Kena Batunya

Erandhi Hutomo Saputra
24/3/2016 10:39
Udar Dua Kali Kena Batunya
(MI/M Irfan)

MAHKAMAH Agung (MA) memperberat hukuman mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono menjadi 13 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun kurungan. Terdakwa korupsi pengadaan bus Trans-Jakarta tahun 2012-2013 itu juga harus membayar uang pengganti Rp6,7 miliar subsider empat tahun penjara.

Anggota majelis hakim agung Krisna Harahap menjelaskan sejumlah aset milik Udar berupa rumah, apartemen, dan kondominium yang antara lain berada di Bali disita negara. Udar terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

"Perbuatan mantan Kadis Perhubungan DKI itu tipikal pejabat negara yang melakukan tipikor karena keserakahan tanpa mengindahkan hak-hak dan kebutuhan masyarakat," kata Krisna saat dimintai konfirmasi di Jakarta, kemarin.

Selain Krisna, Artidjo Alkostar dan Abdul Latif menjadi majelis hakim perkara tersebut.

Pada pengadilan tingkat pertama, Udar divonis lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan karena terbukti menerima gratifikasi Rp79 juta. Vonis itu jauh di bawah tuntutan jaksa, yakni hukuman 19 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.

Menurut hakim ketika itu, Udar hanya terbukti menerima uang Rp79 juta dari Dedi Rustandi, Direktur PT Jati Galih Semesta, perusahaan peserta tender proyek perbaikan koridor/halte busway pada Dishub DKI.

Udar mengajukan upaya hukum banding. Di tingkat banding, hukumannya diperberat menjadi 9 tahun penjara. Karena tidak puas dengan putusan banding, Udar mengajukan kasasi. Setelah mengkaji putusan pengadilan di bawahnya, MA mengganjar Udar dengan hukuman 13 tahun penjara.

Jatah saham
Sementara itu, dari persidangan tipikor di Jakarta, kemarin, Associate Vice President PT Mandiri Sekuritas Munadi Herlambang membenarkan ada jatah saham PT Bank Mandiri yang diberikan ke mantan politikus Demokrat Muhammad Nazaruddin dan Achsanul Qosasi pada 2011.

"Tapi dengar-dengar dari teman ada anggota DPR juga, seperti Achsanul Qosasi," ungkapnya saat menjadi saksi untuk Nazaruddin dalam kasus tindak pidana pencucian uang, kemarin.

Dalam sidang tersebut juga ditanyakan percakapan antara ia dan Nazar terkait dengan penjatahan saham untuk Nazar serta Achsanul (kini anggota BPK RI). Saat ditanya apakah penjatahan berasal dari mantan Deputi Bidang Jasa Kementerian BUMN Parikesit Suprapto, Munadi tidak menampik.

"Kalau menurut info seperti itu, itu info saya dapat dari Harry Supoyo (Dirut Mandiri Sekuritas saat itu)," tukasnya.
Selain Mandiri, Munadi membenarkan ada pembelian saham Garuda Indonesia ­sejumlah Rp300 miliar. Saham dibayarkan melalui lima perusahaan Nazar, di ­antaranya PT Permai Raya Wisata (Rp 22,7 miliar) dan PT Exartech Technology Utama (Rp124,1 miliar). Pembelian itu hasil dari fee proyek-proyek perusahaan Nazar pada 2010.

Persidangan juga mendengarkan kesaksian Mantan Ketum Demokrat Anas Urbaningrum. Anas membantah Nazar adalah orang yang membelikannya rumah di Kawasan Duren Tiga, Jakarta. (Nur/P-5)

erandhi@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya