Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Kapal Tiongkok Kembali Larung ABK, DPR Desak Perlindungan WNI

Putri Rosmalia Octaviyani
06/8/2020 14:50
Kapal Tiongkok Kembali Larung ABK, DPR Desak Perlindungan WNI
Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati(Dok DPR RI)

KASUS pelarungan jenazah Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia oleh kapal berbendera Tiongkok kembali terjadi. Kali ini dua orang ABK, Daroni dan Riswan, yang meninggal di atas kapal Han Rong 363 dan Han Rong 368. Jenazah dibuang ke laut pada 29 Juli 2020.

Anggota Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyesalkan terulangnya kasus pelarungan ABK asal Indonesia oleh kapal berbendera Tiongkok tersebut. Sebelumnya, tercatat sudah lima ABK asal Indonesia yang nasibnya sama dengan Daroni dan Riswan dan sempat membuat geger publik.
 
"Waktu itu heboh hingga berujung pemanggilan Dubes Tiongkok oleh Kemenlu. Ternyata sekarang terjadi dan berulang lagi. Artinya Tiongkok menganggap enteng apa yang terjadi terhadap ABK asal Indonesia dan pemerintah kurang wibawa untuk melindungi nasib Pekerja Migran Indonesia (PMI)," terang Mufida dalam keterangannya, Kamis (6/8).

Mufida menambahkan kejadian ABK asal Indonesia yang mendapat perlakuan tidak layak hingga meninggal dunia harus diusut dari hulu ke hilir. Ia meminta agar pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan teknis turunan dari Undang-Undang No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Mufida juga pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 188 agar ada kemampuan hukum internasional bagi pemerintah dalam melindungi ABK Indonesia.

"Aturan turunan di pemerintah belum selesai, ini hal serius tidak soal nyawa anak bangsa di luar negeri. Aturan ini bukan hanya melindungi PMI yang berprofesi sebagai ABK. Jika tidak ada aturan teknis, ke depan jika ada kasus diskriminasi PMI kita akan gelagapan lagi," papar Mufida.

Kemudian Mufida meminta perizinan satu pintu. Mufida menyebut saat ini izin untuk menjadi ABK masih di bawah Kementerian Perhubungan, sedangkan ada tiga kementerian yang terkait dengan kasus ABK ini yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Soal izin harus satu pintu agar tidak ada kementerian atau lembaga yang kemudian saling menunggu jika ada permasalahan," ujar Mufida.

Mufida menegaskan penegakan aturan juga akan memperkecil kesempatan rekrutmen ABK secara ilegal. Pasalnya, wekrutmen ilegal ABK membuka tindak diskriminasi yang besar terhadap ABK asal Indonesia. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya