Kami cuma Ingin Warga Jujur

X-9
28/2/2016 09:19
Kami cuma Ingin Warga Jujur
(MI/Sumaryanto)

SETELAH bertahun-tahun dibiarkan, lahan-lahan yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau (RTH) di DKI Jakarta, tetapi dikuasai pihak-pihak yang tak berhak, mulai kembali diambil alih. Pener­tiban kawasan Kalijodo di Jakarta Utara dan Jakarta Barat menjadi momentum untuk merebut lahan-lahan itu.

Luasan RTH di DKI Jakarta memang masih jauh dari ketentuan undang-undang. Jika UU tentang Penataan Ruang mengharuskan setiap kota menyisakan 30% dari luas wilayah untuk RTH, di Jakarta 10% pun belum sampai. Untuk memenuhi ketentuan itulah, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok gencar melakukan pembebasan dan penertiban lahan RTH.

Langkah apa saja yang akan ditempuh Ahok? Bagimana pula ia menyikapi para penentangnya? Berikut penuturannya kepada wartawan Media Indonesia, Putri Anisa Yuliani, di beberapa kesempatan.

Benarkah 80% RTH di DKI Jakarta diserobot pihak lain?

Iya, makanya saya tidak ada toleransi. Siapa pun yang duduki RTH, dalam arti sudah jelas itu zona hijau menurut Perda No 1/2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah, saya akan tertibkan.

Selain masyarakat, apakah ada juga swasta yang menyerobot?

Saya pikir tidak ada, ya. Sejak zaman pemerintah sebelumnya pun mana lahan hijau, mana yang bukan juga tidak ditetapkan dalam perda. Baru saat saya dan Pak Jokowi masuk, kami buat RDTR (rencana detail tata ruang) untuk tetapkan batas-batas mana zona hijau, mana zona komersial, mana zona sosial, dan mana zona campuran permukiman. Kalau mengacu pada perda itu, tidak ada yang hijau (yang dikuasai swasta). Kalau hijau, pasti kami bayar (bebaskan lahan) dan kami buat taman atau permakaman.

Bagaimana merebutnya kembali?

Ada dua cara. Pertama, bebaskan lahan. Artinya, kami beli penuh bangunan dan lahannya. Kedua, dengan penertiban. Namun, paling banyak ialah pener­tiban karena setelah perda baru keluar, tidak ada tempat komersial atau rumah warga yang termasuk RTH. Paling banyak memang bangunan liar. Kalaupun ada rumah, toko yang masuk RTH itu karena kesalahan zaman dulu orang jual tanah seenaknya. Pokoknya, tidak hanya Kalijodo. RTH lainnya yang dikuasai pihak lain, akan kami ambil.

Warga menduduki RTH sekaligus mereka punya penghasil­an di situ. Bagaimana agar setelah di­pindahkan mereka tak terganggu kehidupannya?

Justru itu, makanya kami tidak konsepkan rusun kami itu rusunami (rumah susun sederhana milik). Mereka akan jual dan punya lapak lagi, dudukin lagi lahan negara.

Justru itu kami konsepkan rusunawa (rumah susun sederhana sewa). Warga hanya bayar biaya pemeliharan Rp5.000 sehari, berarti Rp150 ribu sebulan, tapi dapat naik bus gratis sekeluarga. Bisa tidak sekarang Rp150 ribu naik bus sekeluarga sebulan? Tidak bisa. Naik bus apa pun tidak bisa.

Ada KJP (kartu Jakarta pintar). Kalau warga punya tiga anak SMA, sekolah swasta ataupun negeri, bisa dapat dana KJP Rp2,4 juta sebulan. Bayangin. Nyewa Rp150 ribu cuma butuh disiplin saja. Engsel pintu rusak, kami betulin. Terus kalau masuk PTN (perguruan tinggi negeri), anak warga kami sediakan Rp18 juta setahun.

Terus apa lagi yang kamu tidak bayangkan, tapi kami kasih? Setiap 1.250 orang di rusun dipantau ke­sehatannya oleh 1 dokter, 1 bidan, dan 1 perawat. Urusin kalau sakit atau mau melahirkan. Inilah yang saya namakan inkubator. Kami cuma ingin niat dan hati warga berubah jujur dan disiplin.

Jika seluruh RTH yang diserobot sudah direbut kembali, mampukah Anda memberikan lapangan pekerjaan kepada warga yang kehilangan mata pencaharian?

Kami fasilitasi semua. Kalau mau tanam hortikultura kami kasih bibit, pupuk, dan obat. Usaha masak, gerobak, kami ­sediain. Kredit usaha bagi yang mau usaha atau sudah punya usaha UKM Rp10 juta.

Itu semua untuk jadikan warga itu jujur, tinggal menyewa yang jujur, berdagang mencari usaha yang jujur.

Anak gunakan KJP kenapa nontunai? Supaya belajar jujur gunakan uang, tidak dipakai selain kebutuhan sekolah.

Bagaimana meyakinkan warga yang akan ditertibkan agar bisa membangun hidup kembali di rusun?

Saya sudah gembar-gembor kok di media fasilitas ini itu. ­Masak warga tidak tahu? Apa musti dibujuk-bujuk, kan tidak. Karena mereka yang salah dudukin tanah negara, harusnya mereka yang butuh cari tahu. Tapi masyarakat kita kan cenderung manja, maunya dininabobokan.

Kalau KJP, kita sosialisasi di sekolah, perawat, dan dokter. Kita langsung resmikan di rusun, naik bus gratis kita bangunkan halte di depan rusunnya. Itu sudah jadi contoh pendekatan, lo, sebenarnya.

Warga bisa jadi takut kalau Anda tidak terpilih (menjadi gubernur lagi), mereka akan diusir dari rusun. Komentar Anda?

Makanya pilih gue lagi, dong, he... he... he.... Enggak, enggak, maksud saya siapa yang khawatir? Selama dia jujur enggak akan diusir. Tapi kalau terbukti mau sewakan atau pindah alamat, pasti diusir sama pemimpin mana pun. Yang penting warga jujur.

Warga menuntut lebih karena penghasilan mereka lebih besar saat di tempat lama sebelum pindah ke rusun. Tanggapan Anda?

Tapi usaha mereka kan ilegal. Usaha dagang warung tapi kalau ilegal, ya, tetap ilegal. Bagaimana saya bisa menuhin kalau kamu punya 20 lapak kos-kosan, kalau kamu punya kafe kayak Daeng Azis (pentolan kawasan prostitusi Kalijodo)? Ya saya susah harus menuhin seperti itu.

Artinya, penertiban akan terus Anda lakukan?

Iya. Tidak peduli di Kalijodo atau di mana. Kalau RTH kita dikuasai, akan kami tertibkan. (X-9)

putri@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ricky
Berita Lainnya