Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PROSES seleksi para personel penyelenggara pilkada di tingkat ad hoc seperti Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) beserta tingkatan yang ada di bawahnya perlu dibuat lebih transparan.
Hal itu upaya mencegah adanya penyelenggara yang tidak berintegritas dan tidak netral.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan ketidaknetralan penyelenggara tingkat ad hoc masih kerap terjadi.
Bukan hanya pada saat proses pilkada, melainkan juga pada pemilu legislatif ataupun juga pemilu presiden. Hal tersebut berpengaruh terhadap proses pemilihan.
Ketidaknetralan penyelenggara salah satunya berujung pada banyaknya pengajuan permohonan perkara sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).
Khusus terkait dengan tahapan pilkada serentak Desember 2015, sejauh ini MK telah memerintahkan KPU untuk menggelar pemungutan suara ulang di 5 daerah.
Putusan itu karena adanya kesalahan penyelenggara di tingkat bawah (lihat grafis).
"Proses perekrutan memang harus dibenahi baik dari sisi aturan maupun dari sisi pelaksanaan. KPU harus bisa memastikan bagaimana proses rerkrutmen itu berjalan secara transparan," ujar Titi saat dihubungi, Jumat (26/2).
Titi melanjutkan, saat ini pemilihan atau perekrutan penyelenggara di tingkat ad hoc hanya melalui usul kepala desa atau pun camat untuk tingkat kecamatan.
Ke depan, hal tersebut harus diubah.
Perekrutan mesti benar-benar terbuka dengan cara KPU membentuk tim seleksi untuk merekrut panitia.
"Tidak perlu lagi melibatkan unsur birokrasi di pemerintah daerah karena sangat rentan kepentingan tertentu," tambahnya.
Dalam menanggapi hal tersebut, Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengungkapkan melalui revisi Undang-Undang No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, KPU akan memperketat proses seleksi panitia ad hoc.
"Kita juga sudah batasi bahwa panitia adhoc itu tidak bisa menjabat selama 2 periode berturut-turut," ujarnya.
Permudah mutasi
Naskah revisi UU Pilkada yang tengah digodok pemerintah mengusulkan keringanan persyaratan batas waktu minimal mutasi aparatur sipil negara oleh kepala daerah yang baru dilantik.
Dirjen Otonomi Daerah Soni Sumarsono menyebut, keringanannya ada pada izin Menteri Dalam Negeri dalam proses mutasi kurang dari 6 bulan sejak kepala daerah itu dilantik.
"Nanti setelah revisi UU kita ajukan konsep baru. Sebelum 6 bulan (kepala daerah) boleh mengajukan mutasi dengan persetujuan tertulis Mendagri," ungkap Soni, seusai menghadiri rapat Komisi II DPR RI, di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.
Untuk saat ini, pengecualian dengan izin Mendagri itu belum ada.
Alhasil, pihaknya bakal segera mengirimkan surat penjelasan soal larangan mutasi selama enam bulan sejak menjabat itu kepada kepala daerah yang baru dilantik.
Surat edaran disebar lantaran banyaknya permintaan persetujuan dari para kepala daerah yang baru dilantik kepada pihaknya soal mutasi pejabat daerah itu.
"Intinya ya ada yang (motifnya) balas jasa, ada yang macam-macam pertimbangan baru. Tapi saya jelaskan tunggu enam bulan. Kita melindungi Aparatur Sipil Negara toh," terangnya.
Meski demikian, Kemendagri mengizinkan pengisian jabatan daerah yang kosong.
Itu dilakukan lewat mekanisme pelaksana tugas.
Naskah revisi UU Pilkada saat ini sudah dikirimkan ke Kementerian Sekretariat Negara.
Setelah mendapat persetujuan Presiden, naskah akan dikirim ke DPR untuk dibahas bersama.
"Maret (2016) ini (UU) harus selesai," imbuh Soni. (Kim/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved