KPK Harus Usut Penikmat FPJP Bank Century

Cahya Mulyana
20/2/2016 15:13
KPK Harus Usut Penikmat FPJP Bank Century
(Ilustrasi)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengeluarkan taring pemberantasan korupsi untuk usut tuntas penikmat pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan dalam proses penetapan PT. Bank Century,Tbk sebagai Bank gagal berdampak Sistemik dengan kerugain Rp8 triliun.

Pasalnya jelas dalam putusan kasasi Mahkamah Agung (MA), kasus ini dilakukan berjamaah namun KPK baru cokok Budi Mulya.

"Kami minta KPK teruskan kembangkan kasus Bank Century. KPK sebelumnya telah berjanji akan segera melanjutkan perkara korupsi Bank Century jika sudah mendapat salinan lengkap putusan Kasasi atas terdakwa Budi Mulya," terang Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (Maki) Boyamin Saiman kepada Media Indonesia, Sabtu (20/2).

Menurutnya, KPK abai apabila salinan lengkap kasasi Budi Mulya yang telah dihukum 15 tahun ini dibekukan. Salinan lengkap putusan Kasasi atas terdakwa Budi Mulya sudah diterima KPK sekitar sebulan yang lalu.

"Sehingga KPK dimaknai ingkar janji dan telah melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah. Dan itu sudah kami gugat melalui praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda sidang perdana pada Senin (22/2)," jelasnya.

Ia menegaskan, KPK tidak bisa hentikan kasus yang merugikan negara Rp8 triliun itu karena dalam pertimbangan putusan kasasi MA mempersalahkan keputusan atau penetapan pemberian FPJP dan penetapan Bank Gagal Berdampak Sistemik. Sehingga dalam kasus korupsi Bank Century tidak hanya melibatkan Budi Mulya namun juga melibatkan semua pejabat yang turut serta ikut memutuskan keputusan atau penetapan pemberian FPJP dan penetapan Bank Gagal Berdampak Sistemik.

"Oleh sebab itu, semestinya KPK segera menetapkan Tersangka baru yang berasal dari surat dakwaan yang dibuat Jaksa Penuntut Umum KPK dalam persidangan terdakwa Budi Mulya," tegasnya.

Sementara itu, sambung Boyamin, dalam gugatan kasasi KPK yang terangkum dalam putusan kasasi no. 861 K/Pid.Sus/2015 pada halaman 826 dengan jelas MA menerima dan membenarkan alasan KPK. "Isinya bahwa terdakwa Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa melakukan perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan pejabat yang nama-namanya disebutkan dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK, Robert Tantular dan Raden Pardede telah merugikan keuangan negara dalam pemberian FPJP sebesar Rp.689.394.000.000 dan dalam proses penetapan PT. Bank Century,Tbk sebagai Bank gagal berdampak Sistemik sebesar Rp.6.762.361.000.000," paparnya.

Boyimin melanjutkan kerugian tersebut ditambah dengan laporan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI No. 64/LHP/XV/12/2013 tanggal 20 Desember 2013, yaitu soal dana Penyertaan Modal Sementara (PMS) yang dikucurkan sebesar Rp.1.250.000.000.000. Sehingga Budi Mulya bersama jajaran Bank Indonesia telah merugikan negara sebanyak Rp. 8.012.221.000.000.

"Bahwa dengan jelas majelis hakim HA menambahkan kerugian negara menjadi Rp. 8,012 trilyun, tidak semata-mata hanya Rp.689 milyar dan Rp.6,7 trilyun sebagaimana temuan BPK dan hasil Pansus DPR Hak Angket Bank Century. Sangat jelas tindakan penyelamatan Bank Century secara keseluruhan dinyatakan perbuatan melawan hukum dan merugikan negara sehingga KPK harus segera menetapkan tersangka baru dari sekian nama yang disebut dalam surat dakwaan," terangnya.

Setali tiga uang, mantan Jaksa Penuntut Umum KPK atas Budi Mulya sekligus Ketua Satuan Tugas kasus Bang Century, Yudi Kristiana menerangkan bahwa kasus FPJP dan Bank Century banyak menarik mantan jajaran BI serta elit poitik. Itu berdasarkan temuan KPK saat mendalami Budi Mulya.

"Putusan (vonis Budi Mulya) luar biasa, ada figur-figur yang disebutkan dan tindak lanjutnya nampaknya masih dalam perdebatan antara pihak-pihak yang menangani perkara," ujarnya di Gedung KPK.

Yudi juga menegaskan putusan tersebut dicantumkan Pasal 55 KUHP yang berarti tindak pidana Budi Mulya dilakukan secara bersama-sama dan bisa dimintai pertanggungjawaban secara pidana. "Artinya orang-orang yang disebut bersama-sama terhadap yang bersangkutan secara hukum bisa dimintai pertanggungjawaban pidana," terangnya.

Lebih lanjut, dia yang ikut menyidik kasus Bank Century dengan tersangka Budi Mulya ini, menjelaskan bahwa pengembangan putusan pengadilan yang memiliki pertimbangan hakim biasanya disikapi dengan Jaksa membuat nota dinas kepada Pimpinan KPK untuk menindaklanjuti putusan tersebut.

"Ditindaklanjutinya bisa penyidikan baru, bisa keluarin sprindik. Sekarang bagaimana pengembangan perkara setelah putusan pengadilan. Terhadap suatu pengembangan perkara putusan hakim biasanya, Jaksa membuat nota dinas kepada Pimpinan untuk menindaklanjuti itu," bebernya.

Sayangnya pandangan diatas tidak berbanding lurus dengan Pimpinan KPK jilid IV. Hampir satu hari Media Indonesia meminta konfirmasi atas perkara tersebut namun tidak ada satu pun komisioner KPK 2015-2019 yang memberikan komentarnya soal nasib perkara korupsi kelas kakap ini.

Seperti diketahui, Budi Mulya selaku mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp689 miliar dalam pemberian FPJP dan sebesar Rp6,762 triliun dalam proses penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Pada dakwaan pemberian FPJP ke Bank Century, Budi Mulya melakukan perbuatan-perbuatan melawan hukum itu bersama-sama dengan Boediono selaku Gubernur BI, Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, (Alm.) Siti Chalimah Fadjrijah selaku Deputi Gubernur Bidang Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah, (Alm) S Budi Rochadi selaku Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran, Pengedaran Uang, BPR, dan Perkreditan, Hermanus Hasan Muslim, serta Robert Tantular.

Sedangkan dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Budi Mulya melakukannya bersama-sama dengan Muliaman Dharmansyah Hadad selaku Deputi Gubernur Bidang Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan sekaligus selaku anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Hartadi Agus Sarwono selaku Deputi Gubernur Bidang Kebijakan Moneter, Ardhayadi Mitroatmodjo selaku Deputi Gubernur Bidang Logistik, Keuangan Penyelesaian Aset, Sekretariat, dan KBI, serta Raden Pardede selaku Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Budi Mulya telah divonis 15 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar oleh Mahkamah Agung (MA). Budi pun kini telah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Itu setelah mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa itu terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Aries
Berita Lainnya