Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
REVISI Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mendesak dilakukan. Sebab, payung hukum saat ini menyulitkan aparat hukum untuk mendeteksi aktivitas terorisme. Jaksa Agung HM Prasetyo mengusulkan agar data intelijen bisa dijadikan alat bukti sebagai salah satu poin revisi.
“UU kita masih belum mengakomodasi. Selama ini cuma delik material. Selama ini kita lebih banyak bertumpu pada saksi dan petunjuk yang ada. Minim alat bukti. Tentunya kita berharap revisi bisa menerima bukti intelejen sebagai salah satu bukti yang sah,” ujarnya dalam Rapat Gabungan Komisi I dan Komisi III DPR dengan Menko Polhukam, Kapolri, Jaksa Agung, BIN, dan Kemenkum dan HAM di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Pendapat Prasetyo didukung Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Setelah teror bom MH Thamrin, kepolisian mendeteksi tiga kelompok sebagai pelaku serangan.
Kelompok pertama ialah pimpinan Hendro. Kelompok itu diduga menerima aliran dana dari negara Timur Tengah, yakni Yordania, Irak, dan Turki.
Mereka punya sembilan puncuk senjata api dari LP Tangerang, hanya pelurunya tidak ada.
Dua kelompok lain ialah pimpinan Helmi dan kelompok Sumedang. Ketiga kelompok itu kemudian membentuk jaringan dan sel-sel kecil, termasuk di LP Nusakambangan dan LP Tangerang. Kelompok itu pernah merencanakan teror di malam tahun baru kemarin.
“Ancaman terorisme ini akan terjadi karena banyak kelompok yang masih berhubungan dengan Bahrun Naim. Mereka melakukan motivasi dan jihad lalu mengajarkan membuat bom,” jelas Kapolri.
Terkait dengan revisi itu, DPR pada dasarnya menyetujui perluasan kewenangan penegak hukum dalam penanggulangan terorisme, khususnya penekanan upaya preventif.
Anggota Komisi III dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan aparat keamanan dapat menjadikan laporan intelejen sebagai perluasan bukti untuk dasar menindak kelompok yang terindikasi melakukan gerakan radikal dan terorisme.
Di samping perluasan alat bukti, menurut Arsul, pemerintah mempertimbangkan aspek hak asasi manusia. Sebab, ada aturan memperpanjang masa penangkapan menjadi tujuh hari bagi terduga pelaku terorisme. (Pol/Ind/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved