Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEMERINTAH segera mengeluarkan amnesti bagi 134 anggota kelompok bersenjata Nurdin bin Ismail atau Din Minimi yang menyerahkan diri pada akhir tahun lalu. Amnesti juga diberikan kepada 20 tahanan politik asal Papua. Amnesti, kata Jaksa Agung HM Prasetyo, diharapkan bisa menciptakan stabilitas keamanan di Aceh dan Papua yang kerap bergejolak.
“Dasar hukumnya Pasal 14 UUD 1945. Kelompok Din Minimi kita selesaikan dengan soft power,” ujar Prasetyo dalam Rapat Gabungan Komisi I dan Komisi III DPR bersama, antara lain, Menko Polhukam, Kapolri, Jaksa Agung, BIN, Menhan, dan Menpan-Rebiro, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Menurut Prasetyo, kelompok Din Minimi berbeda dengan gerakan separatis lainnya di Aceh. Eksistensi kelompok itu bukan bentuk pemberontakan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), melainkan bentuk kekecewaan terhadap elite Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kini memimpin Aceh.
“Misalnya, perhatian terhadap janda, yatim, pendidikan, dan kesehatan yang tak mereka penuhi. Makanya Din Minimi kesal. Ketika mereka mau kembali, mereka minta ampunan dan itu dikabulkan,” papar Prasetyo.
Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan, khusus bagi tahanan politik Papua, tidak semuanya menerima amnesti dari pemerintah. Menerima amnesti berati mengakui kedaulatan NKRI. “Kalau mereka tidak mau, ya sudah. Kita pikirkan orang yang mau. Silakan saja kalau mau dipenjara terus,” tandasnya.
DPR menolak
Berbeda dengan pemerintah, sejumlah anggota dewan menolak amnesti tersebut. Benny K Harman dari Fraksi Demokrat meminta pemerintah memilih opsi lain selain untuk memelihara situasi keamanan di Papua dan Aceh. Menurutnya, kendati secara konstitusional Presiden berwenang memberikan amnesti, hal itu harus dilakukan dengan rasionalitas politik yang kuat dan bukan diberikan kepada pelaku kejahatan. Apalagi, untuk mendapatkan pengakuan internasional.
“Takutnya ini bisa memfasilitasi kelompok-kelompok lain untuk melakukan hal yang sama. Saya khawatir akan muncul kesan seolah-olah kita melegitimasi pemberontak,” tegasnya.
Pendapat senada disampaikan Effendi MS Simbolon dari Fraksi PDIP yang menilai Din Minimi belum memiliki alasan kuat untuk menerima amnesti, karena Din Minimi merupakan pelaku kriminal biasa. Pemberian amnesti tanpa proses pengadilan hanya akan melemahkan penegakan hukum. “Tadi juga dikatakan bahwa dia tak ada unsur separatisme, kalau gitu penjahat dong. Kalau kriminal, kok diberi amnesti?” tanya Efendi.
Anggota Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengatakan berdasarkan Perpres Nomor 23 Tahun 2005, tidak ada celah hukum untuk memberikan amnesti atau abolisi kepada gerombolan bersenjata seperti Din Minimi.
Bahkan, kata dia, pada Maret 2015, Komisi I dan Komisi III menggelar rapat dengar pendapat dengan Panglima Kodam Iskandar Muda dan Kapolda Aceh. Kesimpulannya, Din Minimi merupakan kelompok kriminal. “Dan saat itu, kami minta agar polisi dan TNI bisa bekerja sama untuk melumpuhkan gerakan itu di lapangan,” ungkapnya. (Ind/P-3)
rudy@mediaindonesia.com
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved