Setiap Tahapan Berujung Duit

Nur Aivanni
16/2/2016 06:00
Setiap Tahapan Berujung Duit
()

PENUNDAAN ataupun percepatan salinan putusan perkara ternyata bukan hal baru di Mahkamah Agung (MA). Kejadian tersebut sudah berlangsung lama. “Setiap tahapan jalannya perkara di MA memberi ruang untuk menciptakan uang,” ungkap pengacara Petrus Bala Pattyona kepada Media Indonesia, di Jakarta, Senin (15/2/2016).

Ia menjelaskan, proses setelah salinan putusan selesai dan akan dikirimkan ke pengadilan pengaju, di situ bisa menjadi celah apakah salinan putusan ingin ditunda atau dipercepat. Kedua proses itu pun memiliki nilai tertentu yang harus dibayar.

“Ditunda bertahun-tahun atau dipercepat juga ada nilainya. Semua tahapan tidak ada transparansinya. Jadi pencari keadilan tidak ada yang tahu,” jelasnya.

Petrus mengaku memiliki pengalaman dalam mendampingi kliennya saat berurusan dengan MA. “Yang bisa memendam atau menguburkan suatu putusan perkara bukanlah hal baru. Itu setidaknya pengalaman saya sebagai praktisi. Misalnya, perkara-perkara kasasi yang diajukan tidak jelas kapan diputus MA, kapan dikirim ke PN, tetapi ada juga yang dalam waktu singkat bisa keluar putusan yang sangat kilat dari batas waktu normal,” paparnya.

Dia mencontohkan, ketika menjadi pengacara Ivan Fadillah, suami anggota DPR Vena Melinda. “Vena mengajukan peninjauan kembali ke MA. Berkas dikirim dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan ke MA. Dalam waktu 71 hari, putusan sudah masuk ke Pengadilan Agama Jaksel,” terangnya.

Padahal, imbuhnya, proses di MA bisa memakan waktu lama agar salinan putusan disampaikan kembali ke pengadilan pengaju. “Terlalu banyak pengalaman mengenai gelapnya perjalanan perkara di MA, sejak diajukan permohonan kasasi atau PK hingga turunnya putusan ke PN atau pihak-pihak beperkara,” tukasnya.

Di luar tupoksi
Sementara itu, juru bicara MA Suhadi menegaskan dalam hal pengiriman berkas ke pengadilan pengaju, Kepala Subdirektorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata di MA Andri Tristianto Sutrisna (ATS) tidak ada kaitan sama sekali. “(ATS) Bekerja di luar tupoksinya. Tidak ada kewenangan dia melakukan pengiriman atau pencegahan pengiriman (berkas perkara),” jelasnya dalam konferensi pers di MA, Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan tugas kasubdit hanya meneliti berkas apakah memenuhi persyaratan atau tidak.

Suhadi juga menekankan dalam perkara pidana, tanpa menunggu salinan putusan sampai di pengadilan pengaju pun sebenarnya eksekusi sudah bisa dilakukan, yakni dengan petikan putusan. “Normatifnya seperti itu (menunggu salinan putusan). Tapi dalam praktik, dengan petikan putusan sudah bisa dieksekusi,” urainya.

Semenjak ATS tejaring operasi tangkap tangan (ATT) KPK pada Jumat (12/2) malam, rumahnya di kawasan elite Perumahan Illago, Cluster San Lorenzo, Paramount, di Jalan Raya Boulevard Gading Serpong, Tangerang, dijaga ketat oleh satpam perumahan.

“Maaf, di sini siapa pun tidak boleh masuk sebelum ada janji dengan penghuni di perumahan ini,” kata Apriliman Hulu, salah seorang satpam di perumahan itu. Ia membenarkan bahwa ATS bersama istri dan anak-anaknya ialah penghuni perumahan tersebut sejak dua tahun lalu. (SM/P-3)

aivanni@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya