Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

MUI Sambut Positif Penundaan RUU PKS

Syarief Oebaidilah
26/9/2019 19:54
MUI Sambut Positif Penundaan RUU PKS
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid(MI/Susanto)

LANGKAH DPR yang menunda pengesahan sejumlah Rancangan Undang Undang (RUU), termausk RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) mendapat sambutan positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)

“MUI mengapresiasi dan menyambut gembira atas ketetapan DPR RI menunda pengesahan RUU PKS, hal tersebut kami menilai sebagai keputusan yang bijak di tengah situasi gejolak adanya penolakan dari berbagai kalangan,”kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat Zainut Tauhid.

Hal itu diungkapkannya dalam pembahasan RUU PKS dan RUU Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)di kantor MUI Pusat, Jakarta, Kamis (26/9).

Pada kesempatan tersebut, turut hadir Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, sejumlah pimpinan MUI dan pengurus ormas-ormas Islam.

Menurut Zainut Tauhid, RUU PKS telah menimbulkan pro dan kontra yang sangat tajam dari berbagai kelompok masyarakat sehingga menurut pandangan MUI perlu ada pendalaman lebih lanjut dan pembahasannya lebih banyak melibatkan masyarakat sehingga dihasilkan RUU yang lebih baik dan komprehensif.

Baca juga : Lindungi Korban Kekerasan Seksual, RUU PKS Urgen Disahkan

“Maka kita usulkan adanya debat publik terbuka guna mengawal RUU PKS di DPR,” tegas Zainut.

Ia menambahkan, penundaan RUU PKS juga karena harus menunggu pengesahan RUU KUHP, karena beberapa pasal sanksi pidananya merujuk kepada pasal-pasal dalam KUHP agar tercipta sinkronisasi.

Ada pun terhadap penundaan RUU KUHP, MUI sebenarnya mendesak ditetapkan karena kebutuhan bangsa Indonesia memiliki UU KUHP yang berpijak dan bersumber dari nilai-nilai moral, agama dan budaya bangsa sendiri.

Bukan UU yang bersumber dari era kolonial Belanda seperti KUHP yang digunakan selama ini.

“Mengingat pertimbangan situasi yang tidak kondusif maka MUI dapat memahami penundaan tersebut dengan harapan DPR RI Periode 2019 - 2014 dapat melanjutkan pembahasan dengan lebih aspiratif, akomodatif dan sempurna,” pungkasnya.

Arsul Sani menambahkan pihaknya setuju adanya debat publik yang juga melibatkan MUI dan ormas-ormas Islam dalam mengawal RUU PKS dan RUU KUHP.

Hal itu mengingat mayoritas umat Islam berkepentingan terhadap keberadaan kedua undang undang tersebut.

“Jadi silakan MUI dan ormas Islam serta masyarakat luas memberi masukan guna penyempurnaan kedua RUU ini,” ujarnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya