Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda

Nur Aivanni
21/9/2019 04:35
Jokowi Minta Pengesahan RKUHP Ditunda
Presiden Joko Widodo meminta penundaan pengesahan RKUHP(ANTARA/PUSPA PERWITASARI)

SETELAH mengikuti perkembangan dan dinamika di masyarakat secara saksama dalam sepekan terakhir, Presiden Joko Widodo meminta penundaan pengesahan Rancang­an Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

“Saya telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM selaku wakil pemerintah menyampaikan sikap ini kepada DPR, yaitu agar pengesahan RUU KUHP ditunda,” kata Jokowi dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Menurut Presiden, dirinya mencermati masukan dari berbagai kalangan yang berkeberat­an dengan beberapa substansi RKUHP sehingga membutuhkan pendalam­an lebih lanjut.

“Ada 14 pasal yang perlu didalami. Saya harap dewan memiliki sikap sama. Nanti ini kami komunikasikan dengan DPR dan masyarakat yang tidak setuju,” ujar Jokowi.

Partai NasDem menyetujui sikap Jokowi itu. Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate mengungkapkan pengesahan RKUHP perlu ditunda karena terdapat pro dan kontra di masyarakat.

“Perlu penyisiran lebih lanjut terhadap pasal-pasal RUU KUHP yang dinilai krusial,” ungkap Johnny.
Ketua YLBHI, Asfinawati, juga menyambut baik pernyataan Presiden yang meminta pemerintah dan DPR menunda pengesahan RKUHP. Catatannya, payung hukum pidana ini harus dibahas kembali dengan melibatkan banyak pihak.

“Penundaan ini harus substantif, bukan hanya soal waktu. Maksudnya, jangan sekadar menunda ketuk palu,” tutur Asfinawati.


Salah memahami

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, ­meng­akui dinamika masyarakat menyangkut RKUHP lebih banyak akibat salah paham. Pasalnya, pembahasan payung besar hukum pidana ini sangat terbuka, tetapi banyak mendapat informasi tidak utuh dan lawas.

“Jadi, itu (salah persepsi) hanya mendapat salinan naskah RKUHP dari sumber tidak jelas atau mengambil draf beberapa tahun lalu. Padahal, yang diputus Panja DPR sudah berbeda,” kata Yasonna di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, kemarin.

Yasonna mengambil salah satu contoh terkait ancaman pidana terhadap koruptor yang diatur RKUHP lebih berat jika dibanding dengan UU Nomor 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang kini berlaku.

“Pasal 603 RUU KUHP meng­arahkan hukuman pelaku yang menjabat aparatur sipil negara lebih berat dengan ancaman pidana penjara paling ringan 2 tahun dan paling lama 20 tahun. Denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI. Kalau di UU Tipikor, kalau dia pejabat negara, ancaman hukumannya minimum satu tahun,” ujar Yasonna.

Anggota Panja DPR untuk RKUHP, Nasir Djamil, mengatakan pembahasan payung hukum besar persoalan pidana sudah rampung dan tinggal menunggu pengesahan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna.

“Jadi, pihak yang masih mempertahankan hal ini nanti bisa mengajukan gugatan ke MK. Dengan begitu, kita lihat di paripurna. Jika melihat apa yang terjadi di Pansel Capim KPK, prosesnya jalan terus walaupun ada yang meminta penundaan. Namun, kalau Presiden Jokowi mau menunda pengesahan RKUHP, juga tidak masalah,” ungkap Nasir. (Cah/X-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya