Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Sidang PHPU Pileg 2019 Jadi Pertaruhan Kredibilitas KPU

Putra Ananda
02/7/2019 16:41
Sidang PHPU Pileg 2019 Jadi Pertaruhan Kredibilitas KPU
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini(MI/ROMMY PUJIANTO)

SIDANG perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2019 menjadi momen krusial pertaruhan kredibilitas kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sidang PHPU Pileg 2019 di MK merupakan fase akhir bagi KPU untuk membuktikkan kinerjanya sebagai penyelenggara Pemilu yang profesional dan berintegritas.

"Karena ini salah satu fase akhir di mana KPU harus betul-betul meyakinkan majelis hakim bahwa mereka sudah bekerja secara benar dengan tidak memanipulasi hasil dan tidak menjadi bagian dari persoalan terkait perselisihan hasil tersebut," ujar Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini saat dihubungi di Jakarta, Selasa (2/7).

Titi melanjutkan, dalam menghadapi gugatan hasil Pileg 2019 di MK, KPU wajib melakukan konsolidasi kepada seluruh jajaran KPU daerah. Konsolidasi internal tersebut dirasa penting untuk menyusun jawaban KPU dalam menjawab dalil-dalil yang disampaikan oleh pemohon.

"Karena pokok permohonan yang dimohonkan ini kan soal DPR RI, DPD, dan DPRD provinsi atau kabupaten kota," ujar Titi.

Baca juga: Begini Alur Lengkap Penanganan Sengketa Pileg 2019 di MK

Titi melanjutkan, KPU RI harus memastikan bahwa semua koordinasi terkait persiapan pelaksaan PHPU Pileg dilakukan melalui satu pintu. Titi menilai godaan terhadap netralitasi dan integritas penyelenggara Pemilu cukup tinggi saat proses perselisihan hasil di MK terkait Pileg.

"Karena kasusnya banyak ya, jumlah itu kan di banyak dapil bukan haya 300 dapil tapi 300 wilayah yang dihitung dari kabupaten kota provinsi,"ungkapnya.

Selain itu Titi mengingatkan bahwa KPU juga harus bisa menjaga jajaran yang ada di bawahnya untuk tetap mengikuti instruksi KPU RI. Pasalnya, seringkali Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) yang dihadirkan sebagai saksi bisa saja justru berasal dari partai politik peserta pemilu. Hal ini disebut akan mengancam integritas KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Tanpa sepengetahuan KPU daerah, jajaran di atasnya datang ke Jakarta dibiayai oleh (parpol) peserta pemilu," ujarnya.

Titi menilai sebagai penyelenggara pemilu di tingkat bawah, hal itu tidak dibenarkan. Andai harus, perlu ada izin yang menyatakan diperbolehkannya dari kelembagaan KPU pusat maupun daerah sebagai saksi.

"Jadi tidak ada tuh kejadian KPU kabupaten kota datang ke Jakarta dibayarkan pemohon, atau dibayar oleh pemohon atau dibayar pihak terkait, dibayar oleh peserta pemilu," ucap Titi. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya