Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
MANTAN Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM) Yusril Ihza Mahendra membantah jika dirinya yang menyusun surat Instruksi Presiden (Inpres) yang berisi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) pada 2002 silam.
Tugas menyusun Inpres, tegasnya, menjadi kewenangan Sekretariat Kabinet (Setkab). Sementara saat itu ia menjabat sebagai Menteri Kehakiman. Hal ini disampaikan Yusril menanggapi keterangan Kwik Kian Gie, Mantan Menteri Perekonomian sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) saat hadir sebagai saksi sidang kasus korupsi BLBI atas terdakwa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Indonesia (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.
"Kalau Inpres 100% itu kewenangan sekretariat negara dan sekretaris kabinet, saat itu pak Bambang Kristowo, bukan Yusril Ihza Mahendra," ujar Yusril yang juga menjadi penasihat hukum Syafruddin di sela sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/7).
Sebelumnya, Kwik di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menyebut terjadi pertemuan sebanyak tiga kali sebelum penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk para obligator. Beberapa pejabat teras dalam kabinet Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri seperti Dorodjatun Kuntjoro Jakti selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Boediono selaku Menteri Keuangan, Laksamana Sukardi selaku menteri BUMN dan Ma Rahman selaku Jaksa Agung turut hadir dalam pertemuan itu.
Kwik yang saat itu menjabat sebagai Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut Yusril hadir pada pertemuan ketiga yang digelar di Istana Negara. Dalam pertemuan ketiga itu, Megawati Soekarnoputri saat itu memutuskan agar diterbitkan SKL bagi bank-bank yang gagal bayar utang kepada para debitur. Megawati pun memerintahkan Yusril untuk menyusun instruksi presiden terkait hal tersebut.
Hal inilah yang dibantah Yusril karena dirinya tidak menjabat sebagai di Setkab kala itu. Tetapi, menjabat Menteri Kehakiman. "Kalau itu di draf oleh Menteri Kehakiman maka salinan sesuai dengan aslinya itu ditandatangani oleh Dirjen Peraturan Perundang-Undangan. Jadi, ini klarifikasi saja," terangnya.
Meskipun Yusril telah mengklarifikasi, tetapi Kwik tetap berpendirian pada keterangannya di BAP. Sebab, dirinya pun tidak bisa memastikan perintah Megawati kepada Yusril saat itu terkait jabatannya sebagai menteri atau tidak. Tetapi saat itu Megawati memerintahkan Yusril.
"Ibu Presiden tidak mengatakan bahwa menteri kehakiman yang membuat. Tapi sebut Pak Yusril tolong dibikin drafnya," ujar Kwik. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved