Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
TERPIDANA kasus tindak pencucian uang (TPPU) pembangunan wisma atlet Hambalang Anas Urbaningrum mengatakan penghitungan kerugian negara pada kasusnya tidak tepat. Hal itu menjadi salah satu hal yang ia ajukan untuk ditinjau kembali oleh majelis hakim sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta.
Hadir pada sidang PK, Anas berulang kali menanyakan soal kerugian negara kepada saksi ahli hukum administrasi negara dari Universitas Indonesia Dian Puji Simatupang
"Jadi menurut ahli, apakah penghitungan kerugian negara?," tanya Anas kepada Dian pada sidang yang berlangsung Jumat (29/6).
Dian pun mengatakan bahwa kerugian negara adalah kekurangan atau kehilangan keuangan negara baik berupa uang, barang, maupun surat berharga yang didokumentasikan dengan catatan resmi. Nilai kerugian negara, kata Dian, haruslah pasti, bukan merupakan potensi atau masih kemungkinan.
"Kerugian negara harus pasti, dia relevan, valid, dan akuntabilitas. Meski buktinya hanya berupa pernyataan atau testimoni, haruslah ada konfirmasi dan verifikasi kepada pihak terdakwa saat pemeriksaan," jelas Dian.
Selanjutnya, Anas pun menyebut, ada dua keterangan saksi, yang pertama berupa asumsi tanpa catatan resmi, sedangkan keterangan saksi yang lainnya lebih detail dan saksi mengetahui tentang keuangan serta memiliki catatan yang lebih. "Tapi hakim dan jaksa justru memilih keterangan bersifat asumsi, bagaimana putusan tersebut?".
Dian pun menjelaskan kembali merujuk pada definisi kerugian negara berdasarkan Undang-undang No 30 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, kerugian negara penghitungannya harus rinci dan nyata.
"Jika hakim memilih yang hanya asumsi, saya bisa katakan itu adalah kekhilafan hakim," tegasnya.
Dian lebih lanjut menjelaskan, penghitungan kerugian negara biasanya dilakukan oleh BPK melalui audit investigatif. Begitu pun nilai suap harus dibuktikan dengan audit. "Namun, jika suap ditemukan lewat operasi tangkap tangan tidak perlu diaudit," terangnya. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved