Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
MESKI hasil hitung cepat Pilkada 2018, khususnya di level provinsi menempatkan calon-calon PDIP pada posisi terpuruk, namun realitas itu tidak lantas mempengaruhi elektabilitas Joko Widodo untuk berlaga di Pilpres 2019. Elektabilitas petahana capres Jokowi masih cukup tinggi ketimbang figur lainnya.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan kepada Media Indonesia, di Kedoya, Jakarta, Rabu (27/6). "Kalau kita perhatikan hasil pilkada secara keseluruhan, terutama di provinsi kunci, saya kira peluang Jokowi untuk Pilpres 2019 itu tidak mengalami hal-hal negatif," katanya.
Alasannya, sambung dia, lantaran secara umum semua figur calon kepala daerah yang berlaga dianggap dekat dengan Jokowi. Terlihat pula bahwa calon yang dekat maupun yang tidak begitu oposan dengan Jokowi justru memenangkan pertarungan.
Contohnya, di Pilgub Jatim, PDIP dan Gerindra yang sama-sama mengusung paslon Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno menelan kekalahan versi hitung cepat dari paslon Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak.
"Artinya, pada peluang pileg dan pilpres itu tidak membuat PDIP lebih buruk dari Gerindra ataupun sebaliknya. Itu tetap balik lagi ke awal bagaimana kekuatan PDIP dan Gerindra di sana. Di Jatim, baik yang memang Khofifah maupun Gus Ipul itu tidak menjadi masalah buat Jokowi. Kenapa? Karena keduanya cenderung lebih dekat secara personal dan kebijakan dengan Jokowi."
Sementara di Jabar, imbuh dia, kekalahan TB Hasanuddin-Anton Charliyan selaku paslon yang diusung PDIP memang sudah diprediksi. Meski demikian, karena sejauh ini Jokowi masih menjadi simbol PDIP, kekalahan tersebut dipastikan tidak akan mengurangi kekuatan barisan massa PDIP di sana.
"Kekalahan PDIP di Jabar bukan karena tidak punya basis, tapi lebih karena individu yang dicalonkan. Prinsipnya, pilkada itu lebih banyak soal kualifikasi individu yang dicalonkan," terang dia.
Sementara di Sumut, tambah Djayadi, kekalahan PDIP yang mengusung Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus terjadi karena tingginya tingkat heterogenitas dari segi etnis dan agama. "Itu akan banyak mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan, apalagi (cukup sulit) bagi calon yang berasal dari luar daerah tersebut," tandasnya. (OL-5)
PANITIA Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kunci
Ketua DPD Perindo Palu, Andono Wibisono mengatakan, penyerahan B.1-KWK dilakukan DPP dalam forum Mukernas.
Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) merilis hasil survei terkait peta elektoral Pilkada Kabupaten Lombok Timur 2024. Elektabilitas M. Syamsul Luthfi menempati urutan tertinggi.
KETUA Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa bakal ada Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus di sejumlah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
KETUA Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang akan bertarung di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024.
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved