Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.
LABEL narapidana kerap masih dipandang miring. Istilah sampah masyarakat masih lekat dengan mereka yang masuk bui atas kriminal yang diperbuat.
Lalu apa yang dilakukan para warga binaan lembaga pemasyarakatan (LP) agar pada saat bebas nanti benar-benar bersih dari label negatif itu?
Ketut Satanemurte, 28, tengah berjuang keras mengubah citra buruk itu. Empat tahun lalu, lelaki yang akrab disapa Ketut itu divonis penjara 5 tahun 6 bulan lantaran kasus narkoba. Ia mendekam di balik jeruji LP I Cipinang, Jakarta.
Sampai akhirnya Ketut dipertemukan dengan Jeera, sebuah kumpulan pencinta kopi yang ada di LP Cipinang. Bergabung dengan komunitas Jeera benar-benar mengubah pandangannya.
Jeera adalah kumpulan penghuni penjara yang punya inisiatif pemberdayaan di dunia kopi. Ketut masuk ke komunitas itu dan mengikuti pelatihan menjadi barista.
"Menjadi narapidana banyak tekanannya, baik itu dari keluarga atau masyarakat. Ketika bebas, pilihannya ada dua yakni menjadi lebih buruk atau lebih baik," ujar lelaki asal Bali itu.
Ketut memilih menjadi untuk lebih baik, bukan menjadi sampah masyarakat. Ayah dua anak itu banyak mendapat pelajaran selama tinggal di penjara.
"Desember nanti saya bebas. Saya ingin menjadi lebih baik lagi bagi keluarga dan masyarakat," tutur Ketut seraya menambahkan dia sudah berencana membuka kedai kopi Jeera di Bali setelah bebas nanti.
Hal senada diungkapkan Muhammad Toha, 37. Pria kelahiran Jakarta yang juga mendekam di LP Cipinang itu mengatakan stigma sampah masyarakat harus bisa didobraknya.
"Motivasi kita untuk menjadi lebih baik dan menjadi yang berguna amat penting. Agar ketika keluar nanti enggak dibilang sampah masyarakat," ungkap Toha.
Ketut dan Toha merupakan dua dari 450 narapidana dari 35 Lembaga Pemasyarakatan di seluruh Indonesia yang berpartisipasi dalam Indonesian Prison Art Festival (IPA Fest) 2018. Acara itu digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 23-24 April.
IPA Fest 2018 merupakan festival seni narapidana pertama di dunia. Para penghuni penjara menampilkan kreativitas dari berbagai bidang. Antara lain kerajinan tangan, fotografi, seni musik, dan teater.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Sri Puguh Budi Utami mengatakan, kegiatan tersebut sengaja dirancang untuk membaurkan narapidana dengan masyarakat dalam rangka proses reintegrasi.
"Lewat kegiatan ini, masyarakat bisa melihat langsung karya narapidana sekaligus berinteraksi langsung dengan mereka. Harapannya, kegiatan ini bisa menumbuhkan rasa percaya diri pada diri narapidana untuk kembali ke masyarakat nantinya," ucapnya. (A-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved