Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
DIHAPUSNYA kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam hal membatalkan peraturan daerah (Perda) akan memperumit situasi birokrasi. Pemerintah pusat seharusnya tetap memiliki kewenangan executive review terhadap kebijakan di daerah.
Demikian dikemukakan pakar hukum tata negara, Ferry Amsari ditanya konsekwensi adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang 'mengurangi' peran pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, putusan MK dengan nomor perkara 137/PUU-XIII/2015 terkait uji materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, memenangkan penggugat bahwa kewenangan Mendagri untuk mencabut peraturan daerah (perda) ditiadakan.
Lebih lanjut, Ferry mengatakan, kewenangan Mendagri terhadap Perda merupakan salah satu bentuk distribusi kekuasaan pemerintah pusat di daerah. Meski sudah ada otonomi daerah, pemerintah pusat tetap harus hadir di daerah untuk mengawasi kebijakan daerah.
Sebelum adanya putusan ini, menurut Ferry kewenangan pemerintah dalam hal executive review sangat membantu untuk meluruskan kebijakan di daerah yang tidak selaras dengan pemerintah pusat. Namun, dengan adanya putusan MK ini, semua kebijakan pembatalan perda hanya bisa satu pintu melalui judicial review ke Mahkamah Agung.
"Jika executive review ini dihapus, maka memang akan semakin rumit dan sulit proses mengawasi kebijakan daerah. Mau tak mau putusan Mahkamah Konstitusi memang final dan mengikat. Saya juga kurang memahami sudut pandang MK memutuskan hal tersebut karena keadaan menjadi serba sulit bagi pemerintah pusat," ujar Ferry ketika dihubungi Media Indonesia, Jumat (16/6).
Kemendagri dinilainya memang memiliki kedudukan hukum atau legal standing yang kuat untuk mengajukan judicial review pembatalan perda ke MA. Namun, hal itu akan menjadi rumit dan prosesnya butuh waktu cukup lama dibandingkan jika kewenangan tersebut masih berada di Kemendagri.
Pemerintah pusat pun bisa mengambl langkah dengan mengharmonisasikan kembali kewenangan executive review dengan mengalihkannya ke kementerian lain seperti Kementerian Hukum dan HAM. Sebab, selama ini Kemenkumham juga memiliki program mengkaji produk-produk hukum yang ada.
Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin menyebut tidak hanya Kemendagri yang memiliki legal standing untuk mengajukan judicial review pembatalan perda ke MA. Dengan adanya putusan MA ini, masyarakat umum, komunitas maupun lembaga berbadan hukum lainnya bisa mengajukan pembatalan perda yang merugikan atau bersifat bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat.
"Masyarakat umum jadi bisa mengajukan pembatalan perda. Dulu kan harus tunggu Kemendagri. Sementara tugas Kemendagri juga banyak," ujarnya.
Irman pun menyebut, berbagai pihak tak perlu khawatir dengan proses di MA yang berlarut. Sebab, MA pun memiliki batas waktu dalam melaksanakan sidang sampai mengeluarkan putusan judicial review. "Ada aturannya bahwa proses judicial review itu selama-lamanya adalah 180 hari," kata Irman.
Dihubungi terpisah, Mendagri, Tjahjo Kumolo menegaskan akan patuh dan menjalankan putusan MK yang mencabut wewenangnya untuk membatalkan Perda.
Ia juga menjelaskan bahwa pihaknya saat ini masih mematangkan sikap atas keputusan MK tersebut. Tjahjo mengakui bahwa proses pembatalan perda melalui MA memang akan lebih lama.
"Saat ini sedang mematangkan sikap atas putusan tersebut, langka apa yang akan ditempuh. Kalau lewat MA pasti prosesnya lebih lama. Tapi secara hukum untuk perda yang bermasalah dan sedang berjaan ya pasti melalui MA," ujarnya.
Tapi Kemendagri, kata Tjahjo, masih bisa melakukan pengawasan dan mencegah terbitnya perda-perda bermasalah melalui pengkajian dan evaluasi intensif bagi perda yang baru disepakati oleh eksekutif dan legislatif daerah. Wewenang tersebut masih kuat dimiliki oleh Kemendagri dan tidak turut diuji materi di MK."Proses perda (baru) yang akan diintensifkan sampai perda tersebut diberlakukan," pungkasnya.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved