Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PEMERINTAH, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) seharusnya mampu memprioritaskan pembahasan RUU Pemilu dan memperhitungkan waktu yang semakin mepet dengan kebutuhan berjalannya tahapan Pemilu 2019.
Sikap ngotot yang ditunjukkan Kemendagri agar RUU Pemilu tetap mengakomodir ambang batas suara parpol untuk mencalonkan presiden atau presidential threshold pun hingga ancaman menarik diri dari pembahasan pun dinilai sebagai tindakan yang tidak patut.
Menurut Ketua KODE Inisiatif Veri Junaedi, putusan Mahkamah Konstitusi jelas tidak menghendaki adanya presidential threshold dengan menetapkan keserentakan Pileg dan Pilpres pada Pemilu 2019. "Mendagri mestinya berhitung soal waktu, bukan malah menambah panjang pembahasan. Apalagi soal presidential threshold yang justru inkonstitusional," kata Veri, Kamis (15/6).
Pemerintah pun disebutnya harus menerima mau tidak mau ambang batas pencalonan presiden ditiadakan akibat keserentakan Pemilu. Dalam Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa pada Pemilu 2019, pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) dilaksanakan serentak. Dengan demikian, penerapan presidential threshold mutlak gugur dengan sendirinya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyebut apabila ada deadlock dalam pembahasan RUU, maka hal ini bisa mencoreng kredibilitas pemerintah dan DPR. Dampaknya, masyarakat akan berada dalam posisi merasa tidak adanya kepastian hukum dan tidak memiliki keperayaan terhadap eksekutif maupun legislatif karena tak mampu menyelesaikan satu produk hukum yang sangat penting.
jikapun harus kembali pada UU yang lama akibat deadlock, hal ini akan menyulitkan penyelenggara pemilu karena selain tetap harus mengakomodir keserentakan sesuai putusan MK, penyelenggara pemilu akan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyusun aturan yang tetap bisa mengakomodir keserentakan pemilu namun dengan UU lama.
Adanya jalan lain seperti penyusunan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) pun dinilai tak menjamin kelancaran tahapan pemilu karena tetap membutuhkan persetujuan DPR. Hal ini dinilai Titi akan tetap menemui jalan terjal.
"Tapi itu resiko dan kompleksitasnya akan sangat luar biasa. Sedangkan Perppu mestinya tidak bisa jadi pilihan sebab setelah 2 kali masa sidang harus dimintakan persetujuan dari DPR. Kalau DPR tidak setuju akan mengakibatkan kekacauan Pemilu 2019," tukasnya.
Baca juga: Pemerintah Ancam Tarik Diri Dari Pembahasan RUU Pemilu
Pemerintah terutama presiden pun diminta bijak dalam memutuskan masalah ini. Ia yakin, tiadanya presidential threshold pun tidak akan mengurangi kualitas pemilu serta capres yang akan diusung dalam Pilpres 2019.
"Partai kan bukan bergerak tanpa kalkulasi. Mereka pasti akan berpikir masak untuk mencalonkan presiden atau tidak dengan memperhitungkan kemampuan partai memetakan peluang kemenangan dan kemanfaatan jika maju sendiri atau maju via koalisi. Apalagi Pemilu dikelola secara nasional, Pilkada yang punya 10 calon saja bisa lancar," ujarnya.(OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved