Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PRAKTIK toleransi dan keberagaman merupakan hal yang semestinya sudah menjadi budaya di Indonesia. Karena itu, usaha memecah belah persatuan seharusnya tidak diberi ruang di negeri ini.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Wahid Institute Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid dalam seminar publik bertajuk Challenges to Religious Pluralism and Tolerance, di Jakarta, kemarin (14/6).
Menurutnya, tugas masyarakat saat ini ialah menjaga pluralisme di Indonesia setelah diberikan kemerdekaan oleh para pendahulu.
“Kakek saya ikut berjuang untuk kemerdekaan, dan sekarang tugas saya, tugas kita semua untuk menjaga pluralisme itu yang menjadi landasan kemerdekaan,” terang perempuan yang lebih dikenal dengan nama Yenny Wahid itu.
Dikatakan Yenny, masyarakat memandang perbedaan dalam pluralisme dengan cara yang berbeda pula. Hanya saja, sebagian orang terkadang memaksa orang lain untuk menerima kepercayaan mereka.
Ia menjelaskan tidak ada negara yang hanya memiliki satu budaya. Setiap negara pasti penduduknya memiliki budaya yang plural. Meski demikian, agar tidak terjadi perpecahan, harus ada formula untuk mengaturnya.
“Harus ada formula untuk mengatur pluralisme. Indonesia memiliki formula Pancasila. Menurut saya, Pancasila adalah resep ampuh dalam mengelola keberagaman yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis Suseno menyatakan bahwa perbedaan merupakan hal yang biasa terjadi. Oleh karena itu, seharusnya masyarakat tidak memandang perbedaan itu untuk diperdebatkan. “Toleransi adalah sadar perbedaan dan menerimanya,” ucap dia.
Oleh sebab itu, ia meminta konflik yang terjadi belakangan ini karena pilkada tidak boleh disangkut-pautkan dengan agama. Menurutnya, semua orang harus fokus dalam menjaga keutuhan bangsa.
Dialog terbuka
Wali Kota Rotterdam, Belanda, Ahmed Aboutaleb menyatakan bahwa konflik yang disebabkan perbedaan dapat diselesaikan dengan cara berdialog. Berdialog secara terbuka perlu dilakukan agar setiap pihak yang berkonflik mendapat ide dan pemahaman yang berasal dari lawan bicara.
“Jadi, kalau kita memang memiliki perbedaan pandangan, sebagai masyarakat modern harus berdialog, yang tadinya masing-masing hanya memiliki satu pandangan akan bertambah dengan pandangan dari lawan bicara,” terang dia.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmed juga meminta kaum minoritas tidak memandang diri mereka sebagai korban, melainkan aset.
Menurutnya, minoritas seharusnya bisa menunjukkan bahwa mereka berguna bagi bangsa saat ada konflik pluralisme.
Ia pun menyampaikan, untuk menjaga keharmonisan warga dengan latar belakang yang plural ialah dengan memperlakukan semua orang secara setara.
Memang, ia mengakui, sering kali agama menjadi pemicu timbulnya intoleransi. Itu terjadi jika saja tidak adanya saling kenal antaragama dan saling menutup diri.
“Saya berkunjung ke masjid karena di sana adalah warga saya dan saya ke gereja karena mereka juga warga saya. Jadi, untuk menjaga perdamaian seperti di Roterdam ialah hak dan kewajiban harus disetarakan,” pugkas Aboutaleb. (P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved