Tim Dialog Presiden Perlu Segera Dibentuk

PENYELESAIAN konflik Papua memerlukan upaya nyata sesegera mungkin. Isu Papua pun perlu diakhiri dengan dialog yang intensif. Selama ini upaya pemerintah baru sebatas reaktif jika isu itu menguat di kalangan pegiat HAM internasional.

Hal itu dikemukakan Direktur Imparsial Al Araf dalam diskusi bertema ­Internasionalisasi isu ­Papua, kekerasan, dan agenda dialog Jakarta-­Papua, yang berlangsung di Hotel ­Aryaduta, Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pendekat­an-pendekatan yang dilakukan pun terkesan hanya pada tataran ekonomi. Di sisi lain, tak dimungkiri pendekatan keamanan masih digunakan.

“Harus segera dibentuk tim dialog untuk mempersiapkan dialog intensif antara pemerintah pusat di Jakarta dan rakyat Papua,” kata Al Araf.

Selama ini upaya penyelesaian HAM di Papua ­terkendala karena sisi pandang pemerintah yang tidak mau mengakui bahwa konflik di Papua masih berkibar.

Rektor Universitas Parahyangan Mangadar Situmorang menyebut internasionalisasi isu Papua mengemuka sejak Indonesia merdeka ketika banyak tangan asing yang saat itu ingin menjadikan Papua sebagai negara persemakmuran ataupun negara boneka. Tak hanya itu, internasionalisasi juga terjadi karena banyak tokoh pejuang kemerdekaan Papua yang pergi ke luar negeri.

“Mereka ada yang ke Belanda, Swedia, Vanuatu, dan sebagian negara di Samudra Pasifik. Tapi lebih banyak ke Belanda dan dari situlah mereka mulai berbicara tentang konflik-konflik di Papua yang terus terjadi hingga sekarang,” ujarnya.

Dialog menjadi sangat penting. Pendekatan human rights dan kemanusiaan jadi yang paling utama untuk bisa menyelesaikan sekaligus membangkitkan rasa kebangsaan di dalam diri masyarakat Papua.

Hal yang sama diungkapkan anggota Forum Anggota Perangkat Desa (FAPD), Amiruddin Al Rahab. Menurutnya, pendekatan kemanusiaan harus diutamakan jika nantinya dialog jadi dilakukan. Pihaknya mendesak Kantor Staf Kepresidenan sebagai pihak yang paling dekat dengan Presiden untuk segera membentuk tim dialog tersebut. (Put/P-2)