Persekusi Marak karena Ketidaktegasan

Nov/P-4
12/6/2017 07:11
Persekusi Marak karena Ketidaktegasan
(Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar -- Dok. MI/Atet Dwi Pramadia)

BERLANJUTNYA kasus persekusi akhir-akhir ini bisa disebabkan oleh hukum gagal dalam bertindak dan melakukan pencegahan. Maraknya persekusi ini karena cenderung terjadi pembiaran terhadap upaya-upaya persekusi di masa lampau.

Hal itu diungkapkan oleh Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar di Jakarta, akhir pekan lalu. “Ketika kita tidak setop penyelesai­an masa lalu, kita tidak akan dapat belajar atas kasus persekusi yang pernah terjadi sebelumnya. Negara belum pernah punya sikap tegas untuk menghentikan persekusi ini,” ungkap dia.

Praktik persekusi yang marak belakangan, kata Wahyudi, dilakukan oleh kelompok tertentu yang mengatasnamakan membalas kelompok dan paham tertentu. “Persekusi terhadap kelompok masyarakat tertentu, yang dianggap melakukan kritik terhadap kelompok lainnya, marak terjadi pascakasus Pilkada DKI Jakarta,” kata Wahyudi.

Dia mengambil contoh kasus yang dialami oleh dokter Fiera Lovita, warga Solok, Sumatra Barat, dan bocah M yang tinggal di Cipinang. Persekusi yang dialami oleh keduanya disebabkan kritik kepada Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab.

Pada masa lampau, tindakan persekusi banyak yang tidak tersentuh oleh penegak hukum, misalkan upaya-upaya sweeping, dan persekusi yang dialami oleh kelompok Ahmadiyah.

Wahyudi juga mengkritik sikap aparat kepolisian di beberapa daerah yang seolah membiarkan teror dan intimidasi atas kebebasan berekspresi yang sifatnya tindakan persekusi yang terjadi belakangan ini.

“Bahkan kepolisian semacam tidak acuh dan membiarkan aksi persekusi ini jika belum ada masyarakat yang melaporkan. Seharusnya sebagai aparat penegak hukum, merekalah yang harusnya menindak pelaku persekusi dan mengamankan korbannya, jangan sampai seperti ini menunggu aduan baru bertindak,” tutur Wahyudi.

Selain itu, berdasarkan data dari Elsam, Wahyudi berpendapat, beberapa kasus persekusi sudah terjadi di antaranya ialah Peristiwa 1965/1966, Petrus 1982-1985, Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Talangsari 1989, Kejahatan di Aceh dengan adanya Daerah Operasi Militer, kejahatan di Papua dan Peristiwa Mei 1998.
Menurutnya, pengulangan peristiwa terus terjadi karena negara belum mempunyai sikap tegas terhadap kasus persekusi ini. Selain itu, upaya penyelesaian kasus HAM masa lalu belum diwujudkan betul oleh pemerintah. “Negara belum pernah punya sikap tegas untuk menghentikan persekusi ini,” ujarnya. (Nov/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya