Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SEJUMLAH warga masyarakat di berbagai kota mendukung terbitnya Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Bermuamalah melalui Media Sosial.
Menurut mereka, fatwa MUI menegaskan kepada masyarakat bahwa menyebarkan kebohongan dan kebencian lewat media sosial itu dilarang, bukan hanya oleh pemerintah, melainkan juga oleh agama.
“Walaupun masih ada orang belum sadar kalau mereka itu menyebarkan kebencian, paling tidak kita sudah memulai upaya mengurangi konten negatif di medsos,” kata seorang karyawan swasta di Jakarta, Donny Lukman, kemarin.
Dalam fatwa tersebut ada lima poin yang diharamkan MUI, yaitu gibah, perundungan (bullying), menyebarkan hoax (berita bohong), menyebarkan pornografi, dan menyediakan informasi hoax, gibah, aib, dan gosip.
Aude Ilman, mahasiswa universitas negeri di Jakarta, mengaku sudah jenuh membaca perdebatan isu SARA di media sosial. Menurut dia, penyampaian informasi dan argumentasi di medsos sudah melampaui realitas di dunia nyata. “Orang merasa puas beropini, berdebat, atau memberi informasi keliru. Saya optimistis lewat fatwa MUI itu perilaku masyarakat bermedia sosial berubah pelahan-lahan.”
Seperti halnya Donny, Aude pun berharap semua pihak bersama-sama menyosialisasikan fatwa MUI itu dengan gencar.
Dari Pasuruan, Jatim, Suryono Pane menilai fatwa MUI akan lebih kena di hati masyarakat ketimbang peraturan pemerintah yang multitafsir. Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Pasuruan itu berharap fatwa MUI menjadi momentum untuk membuat regulasi baru.
“UU ITE sangat lemah. Kasus penyebaran fitnah melalui medsos hanya dijerat dengan pencemaran nama baik. Untuk penindakannya yang digunakan justru KUHP.”
Kumari Siregar dari Medan menyatakan, “Saya setuju. MUI pasti sudah mengkaji medsos itu sesuai dengan Alquran dan hadis. Semoga fatwa MUI ini mengubah kita dalam menggunakan medsos.”
Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak segan menutup media-media sosial yang dianggap membahayakan keutuhan bangsa karena menjadi alat penyebaran konten negatif. “Sesuai dengan arahan menteri, kemungkinan menutup media sosial itu ada lewat prosedur dan alasan jelas,” ungkap Kepala Humas Kemenkominfo, Noor Iza, kemarin.
Kini, perhatian pemerintah terarah kepada media-media sosial yang cenderung menjadi tempat berkembangnya intoleransi, ujaran kebencian berbasis SARA, asusila, provokasi, hoax, fitnah, dan kekerasan.
Menteri Komunikasi dan Infomatika Rudiantara menegaskan amanat penutupan media sosial yang dianggap membahayakan masyarakat muncul dalam rapat Kemenkominfo dengan Komisi I DPR beberapa waktu lalu. “Jadi, kami diberi amanat tidak saja memblokir akun, tetapi juga menutup penyelenggara media sosialnya. Tetapi yang penting masyarakat harus cerdas memanfaatkan perkembangan teknologi ini.”
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menambahkan, fatwa MUI merupakan hasil komunikasi dengan Menkominfo Rudiantara. “Kita butuh instrumen lain untuk mengatur aktivitas di media sosial. Fatwa MUI menjadi bagian dari bertata krama di media sosial.” (Ths/Pol/AB/AT/PS/X-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved