KPK Kembali Panggil Kwik Untuk Penyidikan Kasus BLBI

Antara
06/6/2017 13:53
KPK Kembali Panggil Kwik Untuk Penyidikan Kasus BLBI
(MI/Susanto)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri periode 1999-2000 Kwik Kian Gie sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Tadi tentang Dipasena, mengenai SKL yang telah diberikan," kata Kwik usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/6). Ia pun mengakui terdapat kerugian negara Rp3,7 triliun dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
"Saya katakan, setahu saya iya," kata Kwik yang juga Kepala Bappenas periode 2001-2004 itu.

Sebelumnya, KPK mendalami hubungan antara pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani alias Ayin dengan pemilik BDNI Sjamsul Nursalim. Ayin merupakan istri dari Surya Dharma salah seorang pimpinan PT Gajah Tunggal Tbk yang juga dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim. Ayin sudah lama mengenal Sjamsul Nursalim saat tinggal di Lampung.

Sjamsul Nursalim pun sempat meminta Surya Dharma dan Ayin untuk mengurus tambak Dipasena atau PT Dipasena Citra Darmaja. "Beberapa waktu lalu kami memeriksa petani tambak untuk melihat bagaimana proses pembangunan, kami fokus pada Rp4,8 triliun yang sudah lunas apalagi BDNI sebagai perusahaan sudah tidak ada lagi dan tambak saat ini dikerjakan petani. Intinya agar semaksimal mungkin mengembalikan kerugian negara," tambah Febri.

Ayin pernah menjadi terpidana yang divonis lima tahun penjara dalam kasus suap ke jaksa Kejaksaan Agung (Kejagung) Urip Tri Gunawan pada 2008 selaku Ketua Tim Penyelidikan kasus BLBI Sjamsul Nursalim senilai Rp6 miliar agar Urip memberikan informasi tentang penyelidikan BLBI Sjamsul Nursalim.

KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjaradjakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Berdasarkan Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya