Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
LARANGAN menikah dengan rekan kerja sekantor dinilai membuka celah terjadinya perzinaan dan perselingkuhan. Padahal, setiap orang seharusnya diperbolehkan memilih pasangan sendiri tanpa terikat pada aturan perusahaan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatra Selatan, Jambi, dan Bengkulu Jhoni Boetja seusai mengikuti sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, kemarin, mengatakan, “Kalau untuk menghindari PHK, dia (pasangan itu) kumpul kebo bagaimana? Kalau mendapat orang luar, tapi ini kan masalah hati. Kalau terjadi perselingkuhan bagaimana?”
Jhoni merupakan salah satu pemohon uji materi Pasal 153 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal itu menyebutkan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Yang digugat Jhoni bersama tujuh rekannya ialah frasa ‘kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan per-usahaan, atau perjanjian kerja bersama’. Menurut Jhoni, frasa itu membatasi hak konstitusional setiap insan untuk memilih pasangan masing-masing. “Makanya itu untuk melindungi warga negara ini, frasa itu harus dihilangkan.”
Sidang uji materi UU Ketenagakerjaan kali itu mengagendakan mendengar keterangan dari pihak DPR selaku pembuat undang-undang. Namun, pihak DPR tidak hadir dalam sidang tersebut. “Seharusnya (DPR) hadir. Perkawinan itu ialah hak seseorang. Begitu juga mendapat pekerjaan baik,” ujar Jhoni mengungkapkan kekecewaannya.
Dalam sidang sebelumnya, pemerintah sebagai pihak terkait mengungkapkan alasan larangan menikah sekantor demi menghindari konflik kepentingan serta mencegah potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Menurut Jhoni, alasan itu tidak tepat karena soal korupsi dan nepotisme bergantung pada mental seseorang.
Ia menambahkan kinerja pasangan yang bekerja di kantor sama justru lebih giat. Pasangan tersebut menyadari tumbuh kembang perusahaan tempat mereka berpengaruh langsung pada perekonomian keluarga.
“Kalau suami istri satu perusahaan, rasa memiliki perusahaan itu lebih besar. Bagaimana kalau perusahaan itu roboh dan suami istri kerja di situ. Jadi hak memiliki perusahaan itu lebih besar,” cetusnya.
Menurut Jhoni, seharusnya suami istri yang bekerja di kantor sama mendapatkan penghargaan. Hal itu, misalnya, dilakukan perusahaan-perusahaan di Jepang dan sejumlah institusi di Tanah Air.
“Di BPK, suami istri kerja justru mendapat reward. Tidak dilarang. Begitu juga di MK. Yang dilarang kok malah di BUMN. Pengusaha-pengusaha ini yang larang kita,” jelasnya. (Deo/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved