Lawan Kejahatan terhadap Negara

06/6/2017 09:30
Lawan Kejahatan terhadap Negara
(PUSPEN TNI)

PANGLIMA TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan TNI akan menjalankan apa pun isi dari revisi UU No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

"Saya hanya minta, tolong definisi teroris adalah kejahatan terhadap negara," tegas dia seusai Pengajian Kebangsaan di Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan (UAD), DI Yogyakarta, Minggu (4/6) malam.

Gatot menegaskan undang-undang bagi TNI adalah panglima karena itu TNI akan mengikuti apa pun yang ada di undang-undang.

"TNI disuruh apa pun juga siap. Keselamatan anak cucu bangsa Indonesia tergantung bagaimana merumuskan undang-undang teroris," kata Gatot.

Sementara itu, Wakil Ketua Panitia Khusus Revisi UU Antiterorisme Hanafi Rais menambahkan saat ini progres pembahasan revisi UU Antiterorisme sudah 60%.

Beberapa pasal yang belum memperoleh titik temu, misalnya, pasal yang mengatur keterlibatan TNI dalam menanggulangi teroris yang akan diatur dalam Pasal 43B.

"Tentu (permintaan presiden untuk melibatkan TNI) akan kami bahas, bagaimana proporsi yang tepat peran TNI dalam pemberantasan dan penanggulangan terorisme," terang dia.

Menurut putra Amien Rais itu, pembahasan bisa selesai sesuai dengan target pada September atau Oktober tahun ini.
Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan tidak mempertegas pengaturan peran

TNI dalam RUU Antiterorisme yang sedang dirancang DPR dan pemerintah, sebab TNI sudah mengemban mandat tersebut.

Menurutnya, Pasal 7 ayat 2 dan 3 UU No 34/2004 tentang TNI sesungguhnya telah mengatur TNI memiliki tugas memberantas terorisme sebagai salah satu dari 14 tugas operasi militer selain perang (OMSP).

"Buktinya, dalam beberapa operasi di saat Polri memerlukan bantuan TNI, dua institusi ini mampu bekerja profesional dan efektif. Mempertegas peran TNI dalam RUU Antiterorisme justru akan bertentangan dengan Pasal 7 UU 34/2004 tentang TNI, yang mengharuskan adanya kebijakan dan keputusan politik negara dalam melibatkan TNI pada OMSP, termasuk dalam soal terorisme," ujar Hendardi.

Lebih lanjut kata dia, jika pelibatan TNI dipermanenkan dalam RUU Antiterorisme, sama saja artinya itu menyerahkan otoritas sipil pada militer untuk waktu yang tidak terbatas karena menurutnya hal itu bertentangan dengan prinsip supremasi sipil. (Nov/AT/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya