Substansi yang Diperdebatkan sudah Jelas dalam UU TNI

Mut/P-3
05/6/2017 06:00
Substansi yang Diperdebatkan sudah Jelas dalam UU TNI
(Direktur Imparsial, Al Araf -- MI/Rommy Pujianto)

Apa pendapat Anda mengenai kewenangan TNI yang tercantum dalam draf revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme?
Karena sudah diatur di UU No 34/2004 tentang TNI, pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme tidak urgen. Pemerintah bisa menggunakan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU TNI jika ingin melibatkan militer bila ancaman kedaulatan negara terancam dan komponen negara lainnya sudah tidak bisa mengatasi terorisme. Kalau pelibatan itu diatur lagi dalam revisi UU Terorisme dan tidak sesuai dengan pengaturan dalam UU TNI, berpotensi tumpang­ tindih dan overlapping kewenangan pertahanan dan keamanan dalam mengatasi terorisme.

Seberapa besar urgensi pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme jika melihat kondisi kekinian?
Secara keseluruhan kondisi saat ini masih bisa ditangani aparat penegak hukum. Dinamika ancaman yang ada selama ini juga berhasil diatasi, salah satunya membongkar jaringan terorisme. Aksi-aksi kelompok IS juga dapat ditangkap belakangan ini. Bahkan, banyak negara di dunia memuji keberhasilan penegakan hukum di Indonesia dalam mengatasi terorisme.

Lalu, apa yang mendasari pemerintah memunculkan kewenangan tersebut?
Saya tidak tahu motivasi­nya, tetapi sudah sepatutnya Presiden mempertimbangkan aturan hukum yang sudah ada, yakni UU TNI yang sudah mempertegas bahwa pelibat­an militer dalam mengatasi terorisme harus atas dasar keputusan politik negara.

Perlukah Presiden menjelaskan alasan memunculkan kewenangan itu?
Presiden perlu menjelaskan apa maksud dari keinginannya untuk memasukkan TNI dalam revisi UU Terorisme. Karena kalau mengacu pada Pasal 7 ayat (2) dan (3) UU TNI, sebenarnya Presiden sudah memiliki otoritas dan landasan hukum yang jelas untuk dapat melibatkan militer dalam mengatasi terorisme.

Apakah ada potensi pelanggaran HAM bila melibatkan TNI dalam penanganan terorisme?
Saya melihat akan memunculkan tumpang tindih kewenangan, mengancam demokrasi, dan melanggar prinsip supremasi sipil. (Mut/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya