Suap BPK Diduga Hasil Sawer

Erandhi Hutomo Saputra
31/5/2017 06:50
Suap BPK Diduga Hasil Sawer
(Irjen Kemendes Sugito berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (27/5). -- MI/Arya Manggala)

KETUA Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menduga uang suap Rp240 juta yang diberikan ke Auditor Utama Keuangan Negara III Rochmadi Saptogiri dari Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito merupakan hasil saweran.

Hal itu dikatakan Agus di Jakarta, kemarin. “Kelihatannya saweran (patungan) itu. Dari dalam, dikumpulkan banyak.”

Saat ditanya siapa yang diduga ikut patungan untuk menyuap Rochmadi, Agus memperkirakan mereka para direktur jenderal di Kementerian Desa PDTT. “Kelihatannya minta dari dirjen-dirjen,” ucapnya.

Namun, Agus mengaku masih mendalami asal usul uang Rp1,145 miliar dan US$3.000 yang ditemukan di brankas Rochmadi. “Itu dari mana, yang jelas uang apa itu didalami.”

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penyidik akan mulai memeriksa saksi-saksi pada akhir pekan ini atau awal pekan depan. Ia tidak menampik KPK akan mendalami kemungkinan keterlibatan Anggota III BPK Achsanul Qosasih yang membawahkan audit Kemendes PDTT.

Kasus suap itu terungkap dari operasi tangkap tangan pada Jumat (26/5). KPK menyita Rp40 juta sebagai bagian komitmen suap Rp240 juta untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap anggaran Kemendes PDTT 2016. KPK juga menyita uang di brankas Rochmadi.

Empat tersangka pun ditetapkan. Sebagai pemberi suap ialah Sugito dan pejabat eselon III Kemendes PDDT Jarot Budi Prabowo. Pihak penerima suap meliputi Rochmadi dan auditor BPK Ali Sadli.

Sugito dan Jarot kemudian ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Pusat. Rochmadi ditahan di rutan Polres Metro Jakarta Timur dan Ali ditahan rutan KPK di Guntur.

Pada Senin (29/5), Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membesuk Rochmadi di rumah tahanan. KPK menyatakan tidak memberikan izin kepada Fahri untuk membesuk pejabat eselon I BPK tersebut.

“Kepada pihak-pihak yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, kami minta untuk hati-hati menggunakan kewenangan itu. Jangan sampai mencampuri urusan hukum yang berjalan. Itu imbauan kami,” tegas Febri.

Batasi politisi
Potensi korupsi BPK sudah lama diprediksi mengingat banyaknya pemimpin BPK yang berlatar belakang partai politik. Unsur parpol dipandang punya banyak kepentingan.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri me-nyarankan adanya pembatasan unsur parpol di BPK.

“Perlu ditegaskan tentang perlunya politisi berhenti menjadi pengurus parpol minimal lima tahun sebelum mengajukan diri menjadi calon anggota BPK,” ujar Febri kepada Media Indonesia, kemarin.

Diketahui, empat dari sembilan pemimpin BPK berlatar belakang parpol. Meskipun demikian, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi NasDem Johnny G Plate menampik banyaknya politikus di BPK meningkatkan potensi korupsi.

Menurut dia, yang terpenting tiap calon anggota BPK harus mampu membuktikan komitmen untuk memberantas korupsi. (Try/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya