Panja RUU Jabatan Hakim Dibentuk

Nov/P-5
30/5/2017 06:52
Panja RUU Jabatan Hakim Dibentuk
(Trimedya Panjaitan -- ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

KOMISI III DPR dan pemerintah sepakat membawa Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim ke tingkat panitia kerja (panja). Pemerintah diwakili Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Keuangan.

“Pemerintah sependapat dengan DPR untuk membentuk UU tentang Jabatan Hakim,” kata Menkum dan HAM Yasonna H Laoly dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di Jakarta, kemarin. Ia membacakan pandangan Presiden atas RUU tersebut.

“Berkaitan materi muatan, pada prinsipnya pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan bersama. Penentuan status dan kedudukan hakim merupakan hal yang utama untuk dibahas dalam substansi undang-undang dalam jabatan hakim,” lanjut Yasonna.

Soal penentuan status dan kedudukan hakim sebagai pejabat memang menjadi pertimbangan pemerintah yang pertama. Pertimbangan kedua ialah terkait putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji materi sejumlah UU.

Terkait hal itu, pemerintah memperhatikan uji materi soal pembatalan norma yang menyatakan seleksi dan pengangkatan hakim dilaksanakan MA dan KY. Pemerintah juga memperhatikan uji materi yang menyatakan status hakim adhoc sewaktu-waktu diubah pembentuk UU.

Pertimbangan pemerintah yang ketiga ialah perihal lingkup kewenangan lembaga masing-masing telah diatur.

“Berbagai pertimbangan lainnya akan disampaikan pada pembahasan di tingkat panja. Kami siap melakukan pembahasan bersama secara mendalam,” tegas Yasonna.

Sementara itu, DPR menyebut ada 11 hal krusial yang perlu diperhatikan dalam pembentukan RUU tentang Jabatan hakim. Di antaranya KY sebagai lembaga yang akan bersama-sama dengan MA melakukan uji kompetensi dan kelayakan juga menentukan lulus tidaknya hakim tinggi.

“Pasal 27 ayat 2 huruf b, KY dan MA melakukan uji kompetensi dan kelayakan juga menentukan lulus tidaknya hakim tinggi,” kata Pimpinan Rapat Kerja Trimedya Panjaitan.

DPR, lanjut politikus asal PDI Perjuangan itu, perlu menambahkan poin di Pasal 35 ayat (1) yaitu politisi dilarang merangkap jabatan sebagai hakim. Pihaknya juga mempertimbangkan untuk menambah norma pada Pasal 11 ayat 2 mengenai hak hakim yang diberikan secara profesional sesuai kedudukan hakim. (Nov/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya