Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MANTAN hakim konstitusi Ahmad Syarifuddin Natabaya menjadi ahli dalam sidang lanjutan perkara gugatan Gusti Kanjeng Ratu Hemas di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Natabaya menilai tata tertib baru yang menjadi acuan pengangkatan Oesman Sapta Odang alias OSO sebagai Ketua DPD tidak berdasar.
Mulanya, hakim ketua Ujang Abdullah menanyai Natabaya soal kekuatan Tatib No.1/2017 yang menjadi dasar pengangkatan OSO. Menurut Natabaya, tatib itu tidak berdasar sebab sudah dibatalkan Mahkamah Agung.
“Ke atas tak berpucuk, ke bawah tidak berdasar. Tidak ada kekuatan tatib itu berlaku,” kata Natabaya di PTUN Jakarta, seperti dilaporkan Metrotvnews.com, kemarin.
Menurut Natabaya, Tatib No 1/2017 yang sudah dibatalkan Mahkamah Agung berarti aturan main yang berlaku adalah tatib yang ada di DPD sebelumnya, yakni Tatib No 1/2014. Natabaya juga bilang tatib semestinya tidak mudah muncul menjadi sebuah aturan, terkecuali ada kesepakatan bulat dalam satu organisasi, dalam hal ini DPD.
Salah satu biro hukum MA, Jimmy Maruli, menanyakan apakah dalam konteks pemanduan sumpah jabatan terhadap OSO, MA melanggar? “Dalam konteks pemanduan sumpah, itu bertentangan dengan hukum,” timpal Natabaya.
Gugatan atas legalitas kepemimpinan OSO tersebut diajukan sejumlah anggota DPD termasuk GKR Hemas dan Faruq Muhammad yang menjabat Wakil Ketua DPD periode 2014-2019.
Tidak hanya persoalan hukum, Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada Oce Madril mempertanyakan legalitas kebijakan yang diambil OSO serta rangkap jabatan sebagai Wakil Ketua MPR.
Namun, Sekretaris Jenderal DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto mempertanyakan dasar pernyataan tersebut. “Saya menyayangkan teman-teman Pukat hanya bicara dari balik meja di kampus. Bicara keras tanpa data dan informasi yang akurat dan kredibel. Kami kesekjenan DPD dan kesekjenan MPR sudah duduk bersama untuk memetakan mana yang jadi bagian pengeluaran DPD dan mana pengeluaran MPR. Jadi tidak ada duplikasi,” ungkapnya.
Ia memaparkan sudah duduk bersama dengan Kementerian Keuangan dan BPK untuk memetakan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Sebab, sambung dia, semua pengeluaran APBN harus seizin Kemenkeu dan selanjutnya diperiksa BPK. (Nov/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved