Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SALIM Haji Said meluncurkan buku berjudul Jokowi Melawan Debt Collector. Debt collector yang dimaksud bukan dalam pengertian secara harafiah, namun yang dimaksudnya ialah pihak-pihak yang mendukung pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo.
“Itu simbolik saja. Bukan debt collector yang mengejar utang mau minta duit. Pihak yang mendukung Jokowi itu kan punya permintaan; ‘orang saya dimasukkan ke kabinet dan jabatan-jabatan lain’. Itu yang saya sebut debt collector. Jadi Jokowi berutang. Setiap politikus itu berutang kepada orang yang memilih dia. Membayarnya dengan itu tadi, jabatan di kabinet, dapat kursi berapa di kabinet, dan sebagainya,” ujarnya.
Menurut Salim, dalam politik tidak ada yang gratis, sehingga tergantung tawar-menawar. Semakin kuat politikus tersebut menghadapi orang yang mendukung dia, semakin sedikit kemungkinan debt collector itu menekan sang politikus yang terpilih itu.
“Tidak ada yang gratis dalam politik. Di buku saya itu ada tulisan lillahi ta’ala. Tidak ada di dalam politik itu, lillahi ta’ala. Omong kosong itu. Kalau politikus itu kuat, debt collector-nya posisinya akan lemah.’’
Salim Haji Said dikenal sebagai guru besar ilmu politik yang berlatar belakang wartawan. Mantan dubes Indonesia untuk Republik Ceko yang juga pendiri Institute Peradaban ini dikenal memiliki pandangan yang kritis dan tajam dalam membedah persoalan politik di Tanah Air.
Buku kumpulan tulisannya ini terbagi atas dua bagian. Bagian pertama merupakan tulisan yang diterbitkan Harian Angkatan Bersenjata. Bagian kedua memuat kolom-kolom dan komentar politik yang ditulis pada masa setelah Orde Baru.
Optimistis
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto yang ikut membedah buku itu mengatakan dirinya optimistis proses reformasi yang sudah berjalan selama 19 tahun ini berjalan ke arah yang tepat.
“Andai tidak ada reformasi 98, tidak ada freedom of pers, freedom of expression dan tidak mungkin juga proses kontestasi elektoral menghadirkan tokoh-tokoh baru. Semua itu terfasilitasi karena demokrasi kita yang semakin terbuka,” ujar Gun Gun di peluncuran buku Jokowi Melawan Debt Collector karya Salim Haji Said di Wisma Elang Laut, Jakarta, kemarin.
Meskipun demikian, Gun Gun melihat demokrasi juga menimbulkan sejumlah tantangan termasuk munculnya peristiwa politik yang kemudian membuat masyarakat berfikir apakah beragam peristiwa itu justru akan melemahkan demokrasi tersebut.
Menurutnya setidaknya ada dua masalah demokrasi yang saat ini tengah dihadapi. Pertama, agenda kontestasi elektoral yang berimpitan. Agenda politik yang berimpitan ini kerap melahirkan persoalan bawaan, yakni polarisasi di tengah masyarakat akibat perbedaan pilihan.
Ia mencontohkan seperti Pilkada DKI Jakarta 2017 yang menyita banyak energi bangsa, tidak hanya yang tinggal di Jakarta, juga di daerah-daerah lain. Setelah ini, pada 2018 ada 171 daerah yang melangsungkan pilkada serentak.
Pikada akan terus dihelat pada 2020, 2022, dan 2023 hingga pilkada serentak nasional pada 2027.
Kemudian pemilu legislatif dan pemilu presiden akan diselenggaraka dalam waktu bersamaan pada 2019. “Saya menduga efek domino ini akan berlangsung hingga pemilu 2019,” imbuhnya.
Kedua, ia juga menyoroti soal problem kapasitas kelembagaan. Setelah reformasi, banyak lembaga yang terbentuk. Ia merekam banyak sekali kekecewaan publik terhadap institusi yang muncul setelah reformasi.
Institusi penegakan hukum paling disoroti terkait kepercayaan publik yang rendah. Sebaliknya, KPK mendapat kepercayaan publik paling tinggi. (P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved